Panduan Fiqih Aqiqah

Kedua: Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” [HR. Abu Daud no. 2838, An-Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165]
Ketiga: Dari Yusuf bin Mahak, mereka pernah masuk menemui Hafshah binti ‘Abdirrahman. Mereka bertanya kepadanya tentang hukum aqiqah.Hafshah mengabarkan bahwa ‘Aisyah pernah memberitahu dia, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang hampir sama (umurnya) untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.”[HR. At-Tirmidzi no. 1513]
Keempat: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain, masing-masing satu ekor gibas (domba jantan).” [HR. Abu Daud no. 2841]
Hadits ini menunjukkan bahwa aqiqah itu tidak wajib karena di sini dikatakan boleh memilih. Dalil ini adalah indikasi yang memalingkan perintah yang disebutkan dalam hadits-hadits yang memerintahkan aqiqah kepada perintah sunnah. [Nail Al-Authar, 8/154]
Jika aqiqah itu diambil dari harta anak, maka itu tidak dibolehkan bagi wali (orang tua) untuk melakukannya. Karena aqiqah itu termasuk pemberian cuma-cuma (tabarru’) dari orang tua sehingga tidak boleh hewan aqiqah diambil dari harta anak. ” [Mughni Al-Muhtaj, 4/391]
Anak hasil zina juga tetap diaqiqahi oleh ibunya karena si bayi tidak punya nasab ke ayah biologisnya, namun aqiqahnya tidak sunnah untuk ditampakkan, sebab dikhawatirkan aibnya terkuak. [Hasyiyah Asy-Syarqawi 2/470]
Imam Ahmad pernah berkata, “Jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengaqiqahi (buah hatinya), maka hendaklah ia mencari utangan. Aku berharap ia mendapatkan ganti di sisi Allah karena ia berarti telah menghidupkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Al-Mughni, 11/120]
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.