Perbanyak Berkumpul dan Berbincang dengan Orang yang Lebih Tua

https://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/09/perbanyak-berkumpul-dan-berbincang.html
Oleh Brilly El-Rasheed
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bukanlah
termasuk golongan kami orang yang tidak menyayangi orang muda diantara kami,
dan tidak mengetahui kemuliaan orang-orang yang tua diantara kami” [HR.
At-Tirmidzi]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallampun bersabda, “Bukan
termasuk golonganku orang yang tidak menyayangi orang muda diantara kami dan
tidak menghormati orang yang tua” [HR. At-Tirmidzi].
Menghormati
orang yang tua bukan hanya budaya, namun bagian dari akhlak mulia dan terpuji
yang diseru oleh Islam. Hal ini dilakukan dengan cara memuliakannya dan
memerhatikan hak-haknya. Terlebih, bila disamping tua umurnya, juga lemah
fisik, mental, dan status sosialnya. Nabi n bersabda, “Barangsiapa tidak
menyayangi anak kecil kami dan tidak mengenal hak orang tua kami maka bukan
termasuk golongan kami.” [HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab, lihat Shahih Al-Adab
Al-Mufrad no. 271]
Hadits
ini merupakan ancaman bagi orang yang menyia-nyiakan dan meremehkan hak orang
yang sudah tua, di mana orang tersebut tidak di atas petunjuk Nabi dan tidak
menepati jalannya. Al-Imam
At-Tirmidzi rahimahullah menjelaskan, “Berkata
sebagian ulama bahwa makna sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “Bukan
termasuk golonganku” adalah “Bukan termasuk sunnah kami, bukan termasuk adab
kami” [Sunan At Tirimidzi, 4/322]
Hadits di atas dengan jelas memberikan pengertian
kepada kita tentang keutamaan menghormati orang tua atau orang yang lebih tua
daripada kita, menghormati mereka adalah termasuk sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam, dan orang yang tidak menghormati mereka berarti tidak
mengikuti sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini.
Keutamaan menghormati orang yang lebih tua juga
tercantum dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya
termasuk mengagungkan Allah adalah menghormati orang muslim yang sudah tua”
[HR. Abu Dawud] “Sesungguhnya
termasuk mengagungkan Allah adalah menghormati seorang muslim yang beruban
[sudah tua], pembawa Al-Qur’an yang tidak berlebih-lebihan padanya [dengan
melampaui batas] dan tidak menjauh [dari mengamalkan] Al-Qur’an tersebut, serta
memuliakan penguasa yang adil.” [HR. Abu Dawud. Shahih At-Tarhib no. 92]
Orang
tua tentunya telah melewati berbagai macam tahapan hidup di dunia ini sehingga
setumpuk pengalaman dimilikinya. Orang yang telah mencapai kondisi ini biasanya
ketika hendak melakukan sesuatu telah dipikirkan matang-matang. Terlebih lagi,
disamping banyak pengalamannya, juga mendalam ilmu dan ibadahnya. Rasulullah
bersabda, “Barakah itu bersama orang-orang tua dari kalian.” [HR. Ibnu Hibban,
Al-Hakim, dll, lihat Shahihul Jami’ no. 2884]
Menghormati orang yang lebih tua, baik dari segi usia,
ilmu, pengalaman dan lain sebagainya adalah amalan yang mulia dan berpahala,
sebagai makna terbalik dari meremehkan orang lain merupakan perbuatan dosa. Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Cukuplah kejelekan bagi seseorang dengan meremehkan saudara muslimnya. Setiap
muslim haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya atas muslim yang
lain.” [HR. Muslim No. 2564]
Muhammad
Ali Farkus hafizhahullah menasehatkan, zhahir dari nash-nash yang membahas
tentang adab menunjukkan bahwa faktor usia itu dipertimbangkan dalam prioritas
memuliakan seseorang dalam banyak kasus. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda, “Jibril memerintahkan aku untuk mengutamakan orang-orang tua”
[HR. Abu Bakr Asy-Syafi’i dalam Al-Fawa’id, 9/97/1;
Ahmad, 6191; Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, 173.
Silsilah
Al-Ahadits Ash-Shahihah, 4/74]
Jibril
memerintahkan Nabi untuk mengutamakan orang yang lebih tua dalam hal usia.
Inilah yang dipahami secara haqiqah [eksplisit].
Adapun jika dipahami kabir di sini adalah
secara konotatif, semisal orang yang lebih tinggi ilmunya, maka ini dipahami
secara majaz [makna konotatif]. Ada kaidah fiqih
yang berbunyi, “Al-Haqiqah lebih
didahulukan daripada Al-Majaz ”
Hal
ini ditunjukkan juga oleh hadits Al-Qisamah, yaitu ketika ‘Abdurr Rahman bin
Sahl hendak berbicara sebelum orang lain padahal ketika itu ia yang paling
muda, akan tetapi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam
bersabda, “Dahulukanlah yang besar (tua).” [HR. Al-Bukhari,
3002; Muslim, 4342]. Maksudnya adalah lebih besar usianya [Lihat Syarah
Shahih Muslim Lin Nawawi, 11/146].
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengisahkan, “Pernah
ketika Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam sedang bersiwak ada dua orang
lelaki. Lalu diwahyukan kepada beliau untuk mendahulukan yang lebih tua,
maksudnya mengambilkan siwak untuk orang yang lebih tua.”
Jika
telah ada nash tentang mengutamakan orang yang tua dalam berbicara, dalam
bersiwak, maka diterapkan juga pada semua jenis pemuliaan, termasuk dalam
berjabat tangan, kecuali ada dalil yang mengecualikan. Seperti dalam masalah
prioritas imam shalat, maka lebih didahulukan orang yang lebih pandai membaca
Al Qur’an, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, “Orang
yang mengimami sekelompok orang adalah yang paling pandai membaca Al Qur’an.
Jika mereka semua sama dalam kepandaian membaca Al-Qur’an, maka yang lebih
pandai terhadap As-Sunnah. Jika mereka sama dalam kepandaiannya terhadap As-Sunnah,
maka yang lebih dahulu hijrah (dari Makkah ke Madinah). Jika mereka sama dalam
hijrah, maka yang lebih tua usianya.” [HR. Abu Daud, 50; Dihasankan
Ibnu Hajar dalam Fathul Baari, 1/357.
Silsilah
Al-Ahadits Ash Shahihah, 4/76]
Juga
dalam adab memberikan minuman, maka dimulai dari yang kanan walau bukan yang
paling tua. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
tentang hal ini, “Dari yang kanan lalu kanan
selanjutnya” [HR. Al-Bukhari, 2225; Muslim, 5282]
Dalam
menerangkan hadits ‘Jibril memerintahkan aku untuk mengutamakan
orang-orang tua’, Al-Munawi rahimahullah mengutarakan,
“Hadits ini dalil bahwa usia itu adalah faktor yang dipertimbangkan dalam
prioritas. Hadits ini dapat dijadikan dalil dalam banyak pembahasan fiqih lebih
lagi asababul wurud hadits adalah tentang akhlak dalam bersiwak, sehingga bisa
diterapkan dalam semua bentuk pemuliaan. Seperti dalam menaikin kendaraan,
makan, minum, memakai sandal, berobat, selama tidak ada yang lebih diutamakan
dari faktor usia. Jika ada yang lebih diutamakan dari faktor usia, maka ia yang
diutamakan, semisal masalah prioritas imam shalat, pemilihan kepala negara,
wali nikah, memberikan minum pada yang sebelah kanan dahulu. Dan mendahulukan
yang lebih tua juga selama tidak bertentangan dengan hadits. Karena hadits ini
bukanlah dalil bahwa yang lebih tua usianya itu didahulukan dalam segala hal,
namun faktor usia itu dipertimbangkan dalam menentukan prioritas” [Faidh
Al-Qadir, 2/193]
Saya
katakan, secara umum dahulukanlah yang lebih tua jika memang orangnya banyak,
sebagai bentuk muamalah yang baik. Dan jika orang yang diajak berjabat tangan
itu usianya tidak jauh berbeda, atau orang-orang yang tua jelas tidak terlihat
letaknya, atau orang yang tua-tua kebetulan ada di sebelah kanan, maka ini
semua tidak bertentangan dengan hadits anjuran mendahulukan kanan. [Sumber: http://www.ferkous.com/site/rep/Bq116.php]
Guna
melaksanakan sunnah Nabi berupa memuliakan orang yang lebih tua ini jelas tidak
bisa kita lakukan kecuali kita berada di tengah-tengah orang-orang yang lebih
tua, dalam artian kita berkumpul dan berbincang-bincang dengan mereka, yang
mana hal tersebut dapat meningkatkan wawasan kita tanpa mengalami apa yang
sudah mereka alami, sehingga kita bisa lebih dewasa daripada umur kita.
Artikel:
Cafeilmubrilly.blogspot.com dan Thaybah.or.id.
Redaksi:
Brilly El-Rasheed.
Admin:
Muhammad Ali Akbar dan Ardha Putra S.
Ket.:
Teks arab sengaja tidak dicantumkan.
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.