Discuss!

Kagum Pada Diri Sendiri, Kenapa ?


Kagum terhadap kebaikan pribadi orang lain saja tidak boleh, apalagi terhadap diri sendiri. Ahli ujub tidak akan bisa menafsirkan hadits ini secara dalam karena dalam qalbunya terus saja menghembus perasaan bahwa dirinya senantiasa di atas kebaikan. Benar sekali, kata Nabi di awal artikel ini, ujub terhadap diri memang begitu dahsyat membinasakan (menghilangkan) keseimbangan hikmah dalam akalnya.
Namun dalam masalah ini, jangan disalah pahami bahwa yang dilarang adalah menyebarkan kebaikan dan bersyukur atas kesempatan dan taufiq berbuat kebaikan. Sebab mensyukuri nikmat hidayah irsyad dan hidayah taufiq itu wajib. Melainkan, yang terlarang adalah menampakkan kebaikan karena takjub dengan diri yang bisa terus berbuat baik dan tidak didasari semangat taubat.
Allah mengingatkan, “Janganlah sekali-kali kamu menyangka orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan mereka senang kalau dipuji padahal mereka belum mengerjakan, jangan sangka mereka terlepas dari siksa, bahkan bagi mereka adzab yang pedih.” [QS. Ali ‘Imran: 188]
Menurut Ibnu Hajar, konteks firman Allah ini mencakup siapa saja yang berbuat kebaikan kemudian berbangga diri dengannya, bangga karena kagum pada diri sendiri, dan senang dipuji oleh manusia, dan disanjung dengan apa yang tidak diperbuatnya. [Fat-h Al-Bari 12/435]
Melihat betapa dahsyatnya energi destruktif yang diciptakan oleh ujub, Rasulullah mengingatkan manusia akan dosa-dosanya, yang kebanyakan manusia tidak lihai mendeteksi dosa yang diperbuatnya, dan itu menjadi faktor pemicu ujub. Dari Anas, Rasulullah mengatakan, “Jikalau kalian tidak berbuat dosa, sesungguhnya aku sangat takut terhadap yang lebih besar dari itu, yaitu ujub, yaitu ujub.” [Syu’ab Al-Iman Al-Baihaqi no. 6868. Shahih Al-Jami’ no. 5303]
Hadits ini sama sekali bukan untuk melegalkan berbuat dosa. Konteks hadits ini sebenarnya adalah dalam rangka memperingatkan kita dari dosa yang lebih besar dari dosa-dosa yaitu ujub. Jadi dosa itu berperan positif untuk menumbuhkan taubat dan mencegah dari ujub. Dengan syarat, kita mampu peka dalam mendeteksi dosa-dosa. Sebab orang yang tidak bisa peka terhadap dosa, tetap saja dia akan ujub karena merasa dirinya telah bersih dari dosa.
Dijelaskan oleh Rasulullah dengan pernyataan lain. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah juga berkata, “Tidaklah seorang hamba yang beriman kecuali memiliki dosa yang dia melampaui batas ketika melakukannya, atau dosa yang menetap dalam dirinya, yang dia tidak akan berpisah darinya hingga berpisah dari dunia. Sesungguhnya seorang mu`min itu diciptakan terfitnah, ahli taubat, mudah lupa. Jika diingatkan, dia cepat ingat.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 5735; Ash-Shahihah no. 2277]
Terakhir sebagai pamungkas, dalam Syu’ab Al-Iman, Al-Baihaqi meriwayatkan cukup banyak atsar para salaf yang memperingatkan kita dari perbuatan ujub. Salah satunya adalah ucapan dari Yahya bin Mu’adz, “Hati-hatilah kalian dari ujub, karena sesungguhnya ujub itu membinasakan orang yang terjangkitinya, dan sesungguhnya ujub itu memakan catatan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”

:: Dukung dakwah Islamiyyah kami baik dengan comment, doa bi zhohril ghoib, dan financial.

Admin : Aguz Dhewangga

Related

Education 8103793846318684702

Posting Komentar

Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.

emo-but-icon

Tafaqur

Tafaqur
Tebar Waqaf Al-Quran

Blogging Network

Hot in week

Total Tayangan Halaman

Promo SBY

Promo SBY

Kontributor

item