Kagum Pada Diri Sendiri, Kenapa ?
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/07/kagum-pada-diri-sendiri-kenapa.html
Kagum
terhadap kebaikan pribadi orang lain saja tidak boleh, apalagi terhadap diri
sendiri. Ahli ujub tidak akan bisa menafsirkan hadits ini secara dalam karena
dalam qalbunya terus saja menghembus perasaan bahwa dirinya senantiasa di atas
kebaikan. Benar sekali, kata Nabi di awal artikel ini, ujub terhadap diri
memang begitu dahsyat membinasakan (menghilangkan) keseimbangan hikmah dalam
akalnya.
Namun
dalam masalah ini, jangan disalah pahami bahwa yang dilarang adalah menyebarkan
kebaikan dan bersyukur atas kesempatan dan taufiq berbuat kebaikan. Sebab
mensyukuri nikmat hidayah irsyad dan hidayah taufiq itu wajib. Melainkan, yang
terlarang adalah menampakkan kebaikan karena takjub dengan diri yang bisa terus
berbuat baik dan tidak didasari semangat taubat.
Allah
mengingatkan, “Janganlah sekali-kali kamu menyangka orang-orang yang gembira
dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan mereka senang kalau dipuji padahal
mereka belum mengerjakan, jangan sangka mereka terlepas dari siksa, bahkan bagi
mereka adzab yang pedih.” [QS. Ali ‘Imran: 188]
Menurut
Ibnu Hajar,
konteks firman Allah ini mencakup siapa saja yang berbuat kebaikan kemudian
berbangga diri dengannya, bangga karena kagum pada diri sendiri, dan senang
dipuji oleh manusia, dan
disanjung dengan apa yang tidak diperbuatnya. [Fat-h Al-Bari 12/435]
Melihat
betapa dahsyatnya energi destruktif yang diciptakan oleh ujub, Rasulullah
mengingatkan manusia akan dosa-dosanya, yang kebanyakan manusia tidak lihai
mendeteksi dosa yang diperbuatnya, dan itu menjadi faktor pemicu ujub. Dari
Anas, Rasulullah mengatakan, “Jikalau kalian tidak berbuat dosa, sesungguhnya aku sangat
takut terhadap yang lebih besar dari itu, yaitu ujub, yaitu ujub.” [Syu’ab
Al-Iman Al-Baihaqi no. 6868. Shahih Al-Jami’ no. 5303]
Hadits
ini sama sekali bukan untuk melegalkan berbuat dosa. Konteks hadits ini
sebenarnya adalah dalam rangka memperingatkan kita dari dosa yang lebih besar
dari dosa-dosa yaitu ujub. Jadi dosa itu berperan positif untuk menumbuhkan
taubat dan mencegah dari ujub. Dengan syarat, kita mampu peka dalam mendeteksi
dosa-dosa. Sebab orang yang tidak bisa peka terhadap dosa, tetap saja dia akan
ujub karena merasa dirinya telah bersih dari dosa.
Dijelaskan
oleh Rasulullah dengan pernyataan lain. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah juga
berkata, “Tidaklah seorang hamba yang beriman kecuali memiliki dosa yang dia
melampaui batas ketika melakukannya, atau dosa yang menetap dalam dirinya, yang
dia tidak akan berpisah darinya hingga berpisah dari dunia. Sesungguhnya
seorang mu`min itu diciptakan terfitnah, ahli taubat, mudah lupa. Jika
diingatkan, dia cepat ingat.” [Shahih: Shahih Al-Jami’ no. 5735; Ash-Shahihah
no. 2277]
Terakhir
sebagai pamungkas, dalam Syu’ab Al-Iman, Al-Baihaqi meriwayatkan cukup banyak
atsar para salaf yang memperingatkan kita dari perbuatan ujub. Salah satunya
adalah ucapan dari Yahya bin Mu’adz, “Hati-hatilah kalian dari ujub, karena
sesungguhnya ujub itu membinasakan orang yang terjangkitinya, dan sesungguhnya
ujub itu memakan catatan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar.”
:: Dukung
dakwah Islamiyyah kami baik dengan comment, doa bi zhohril ghoib, dan
financial.
Admin : Aguz Dhewangga
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.