Panduan Fiqih Aqiqah
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/07/panduan-fiqih-aqiqah.html
Pertama:
“Dari Salman bin ‘Amir Adh-Dhabbi, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Pada (setiap) anak laki-laki (yang lahir) harus diaqiqahi,
maka sembelihlah (aqiqah) untuknya dan hilangkan gangguan darinya.” [HR.
Al-Bukhari no. 5472]
Kedua: Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” [HR. Abu Daud no. 2838, An-Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165]
Ketiga: Dari Yusuf bin Mahak, mereka pernah masuk menemui Hafshah binti ‘Abdirrahman. Mereka bertanya kepadanya tentang hukum aqiqah.Hafshah mengabarkan bahwa ‘Aisyah pernah memberitahu dia, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang hampir sama (umurnya) untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.”[HR. At-Tirmidzi no. 1513]
Keempat: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain, masing-masing satu ekor gibas (domba jantan).” [HR. Abu Daud no. 2841]
Kedua: Dari Samurah bin Jundub, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya, disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, digundul rambutnya dan diberi nama.” [HR. Abu Daud no. 2838, An-Nasai no. 4220, Ibnu Majah no. 3165]
Ketiga: Dari Yusuf bin Mahak, mereka pernah masuk menemui Hafshah binti ‘Abdirrahman. Mereka bertanya kepadanya tentang hukum aqiqah.Hafshah mengabarkan bahwa ‘Aisyah pernah memberitahu dia, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para sahabat untuk menyembelih dua ekor kambing yang hampir sama (umurnya) untuk anak laki-laki dan satu ekor untuk anak perempuan.”[HR. At-Tirmidzi no. 1513]
Keempat: Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengaqiqahi Al-Hasan dan Al-Husain, masing-masing satu ekor gibas (domba jantan).” [HR. Abu Daud no. 2841]
WAJIB
ATAU SUNNAH?
Sebagian
ulama menyatakan bahwa hukum aqiqah itu wajib semacam ulama Zhahiriyah (Dawud,
Ibnu Hazm, dkk), dan Al-Hasan Al-Bashri. Adapunjumhur (mayoritas) ulama
berpendapat bahwa hukum aqiqah adalah sunnah dengan berpegangan pada sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Barangsiapa yang senang untuk mengaqiqahi
anaknya, maka lakukanlah.” [HR. Ahmad 2/182]
Hadits ini menunjukkan bahwa aqiqah itu tidak wajib karena di sini dikatakan boleh memilih. Dalil ini adalah indikasi yang memalingkan perintah yang disebutkan dalam hadits-hadits yang memerintahkan aqiqah kepada perintah sunnah. [Nail Al-Authar, 8/154]
Hadits ini menunjukkan bahwa aqiqah itu tidak wajib karena di sini dikatakan boleh memilih. Dalil ini adalah indikasi yang memalingkan perintah yang disebutkan dalam hadits-hadits yang memerintahkan aqiqah kepada perintah sunnah. [Nail Al-Authar, 8/154]
SIAPA
YANG MELAKUKAN?
Aqiqah
dituntut pada ayah selaku penanggung nafkah. Aqiqah ini diambil dari harta ayah
dan bukan harta anak.Selain ayah boleh menanggung biaya aqiqah, namun dengan
seizin ayahnya. [Subul As-Salam, Ash-Shan’ani, 4/337]
Jika aqiqah itu diambil dari harta anak, maka itu tidak dibolehkan bagi wali (orang tua) untuk melakukannya. Karena aqiqah itu termasuk pemberian cuma-cuma (tabarru’) dari orang tua sehingga tidak boleh hewan aqiqah diambil dari harta anak. ” [Mughni Al-Muhtaj, 4/391]
Anak hasil zina juga tetap diaqiqahi oleh ibunya karena si bayi tidak punya nasab ke ayah biologisnya, namun aqiqahnya tidak sunnah untuk ditampakkan, sebab dikhawatirkan aibnya terkuak. [Hasyiyah Asy-Syarqawi 2/470]
Imam Ahmad pernah berkata, “Jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengaqiqahi (buah hatinya), maka hendaklah ia mencari utangan. Aku berharap ia mendapatkan ganti di sisi Allah karena ia berarti telah menghidupkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Al-Mughni, 11/120]
Jika aqiqah itu diambil dari harta anak, maka itu tidak dibolehkan bagi wali (orang tua) untuk melakukannya. Karena aqiqah itu termasuk pemberian cuma-cuma (tabarru’) dari orang tua sehingga tidak boleh hewan aqiqah diambil dari harta anak. ” [Mughni Al-Muhtaj, 4/391]
Anak hasil zina juga tetap diaqiqahi oleh ibunya karena si bayi tidak punya nasab ke ayah biologisnya, namun aqiqahnya tidak sunnah untuk ditampakkan, sebab dikhawatirkan aibnya terkuak. [Hasyiyah Asy-Syarqawi 2/470]
Imam Ahmad pernah berkata, “Jika seseorang tidak memiliki kemampuan untuk mengaqiqahi (buah hatinya), maka hendaklah ia mencari utangan. Aku berharap ia mendapatkan ganti di sisi Allah karena ia berarti telah menghidupkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Al-Mughni, 11/120]
KAPAN
WAKTUNYA?
Jika
sang ayah mempunyai kelonggaran untuk melaksanakan aqiqah anaknya pada hari
ketujuh maka yang demikian menjadi lebih afdhal (utama). Jika belum mampu maka
boleh melakukannya pada hari sebagaiaman dijelaskan oleh Aisyah, beliau
Radhiyallahu ‘Anha berkata, “Aqiqah itu pada hari ketujuh, hari keempatbelas,
dan hari keduapuluhsatu.” Imam Rofi’i berkata: “Jika orang tua menunda aqiqah
anaknya hingga mencapai usia baligh maka hokum aqiqah menjadi gugur bagi orang
tua. Sehingga sang anak diperbolehkan mengaqiqahi dirinya sendiri.”
:: Dukung dakwah Islamiyyah kami
baik dengan comment, doa bi zhohril ghoib, dan financial.
Admin : Aguz Dhewangga
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.