Buat Apa Marah
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/06/buat-apa-marah.html
Tidak bisa khusyu’ dalam shalat, tidak perlu marah-marah. Buat apa marah? Seharusnya sedih. Tidak bisa khusyu’ itu berarti ada yang salah pada kebiasaan dan keseharian kita. Marah-marah tidak menjadikan kita khusyu’, malah menambah tidak khusyu’. Muhasabah diri dan selalu lakukan perbaikan.
Masyarakat sekitar gemar melakukan syirik, zina, mencuri, korupsi, minum
khamr, judi, ghibah, zhalim. Tidak perlu marah-marah. Buat apa marah? Marah-marah
tidak menjadikan penyakit masyarakat hilang. Da’i tidak harus marah-marah untuk
menghentikan kebiasan buruk semacam itu. Harus sejuk, tenang, penuh hikmah dan
dengan qalbu yang jernih serta akhlak yang mulia. Nabi memberantas
kejahiliyyahan tidak dengan anarkisme. Hanya untuk membumihanguskan berhala dan
kuburan-kuburan yang ditinggikan serta benda dan tempat keramat saja, Nabi dan
para shahabatnya melakukan “anarkisme”, tapi tetap dengan kemuliaan dan tidak
melampaui batas.
Semua adalah taqdir Allah. kewajiban kita hanya berusaha yang terbaik yang
disukai dan dicintai Allah. Taqdir yang tidak sesuai keinginan kita sejatinya
adalah ujian kesabaran. Tidak sabar menghadapi taqdir buruk, berarti kita telah
membatasi kebaikan dari Allah sebab Allah memberikan kebaikan yang tak terbatas
bagi orang-orang yang sabar atas taqdir-Nya.
Marah bersumber dari kerasnya watak dan hilangnya kelemahlembutan (rifq, hilm) dan kasih sayang. Marah menjadikan suasana tidak kondusif untuk menghasilkan amal shalih, padahal kita hidup ini kewajibannya adalah beramal shalih. Artinya, marah itu menghambat datangnya kebaikan. Ibnu Rajab Al-Hanbali mengatakan, “Marah itu kunci kejelekan dan menahan diri dari marah itu kunci seluruh kebaikan.” [Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam 1/362]
Syaithan adalah musuh nyata kita. Kalau kita biarkan syaithan mempengaruhi
kita sehingga kita melampiaskan marah, itu artinya kita mengalah sebelum
berperang melawan syaithan. Tapi kalau kita mampu menahan marah, kita telah
berhasil menjadikan syaithan terhina. Ada seorang shahabat Nabi yang hendak
naik hewan kendaraannya, tapi tidak mau jalan, ia pun mengumpat, “Celakalah
syaithan!” Nabi menegur, “Jangan berkata celakalah syaithan, sebab jika berkata
demikian, syaithan akan membesar, sebesar rumah. Dan akan berkata, aku ini
hebat. Akan tetapi bacalah bismillah, maka syaithan akan menjadi kecil seperti
lalat.” [Sunan Abu Dawud no. 4982]
Jika dicermati, kita marah itu karena kita mengikuti mau kita sendiri. Coba kalau ketika pertama kali kita merasakan marah kita cepat-cepat ingat keutamaan-keutamaan menahan marah dan sesegera mungkin sadar bahwa marah itu tidak ada gunanya apalagi menyelesaikan masalah, pasti kita tidak jadi marah. Sadari, tidak mengikuti nuansa marah itu tidak menjadikan kita hina. Bahkan kemuliaan itu menjadi milik orang yang bisa menahan marah, di dunia dan di akhirat.
Admin: Ali Akbar
Jika dicermati, kita marah itu karena kita mengikuti mau kita sendiri. Coba kalau ketika pertama kali kita merasakan marah kita cepat-cepat ingat keutamaan-keutamaan menahan marah dan sesegera mungkin sadar bahwa marah itu tidak ada gunanya apalagi menyelesaikan masalah, pasti kita tidak jadi marah. Sadari, tidak mengikuti nuansa marah itu tidak menjadikan kita hina. Bahkan kemuliaan itu menjadi milik orang yang bisa menahan marah, di dunia dan di akhirat.
Admin: Ali Akbar
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.