Discuss!

Nikmat Itu Cuma Lewat



Secepat mungkin dan sesering mungkin kita patut benar-benar menyadari nikmat itu tidak akan terus melekat kepada diri kita. Kadang melekat kepada Ahmad, kadang melekat kepada Mahmud, kadang melekat kepada Hamid, kadang melekat kepada Fathimah, Khadijah, Aisyah dan lain. Sederhananya, hidup cuma mampir. Bukan begitu? Halah, siapa sih yang bisa terus-terusan terjamin bisa setiap hari enak-enakan dengan berbagai hal yang memanjakan? Yakin deh, pasti nikmat itu akan berpindah-pindah kepada siapa saja yang siap mengemban tanggung jawabnya. Tanggung jawab apa? Mengalokasikannya untuk kepentingan Islam dan kaum muslimin. Dunia ini amanah. Ya itulah amanahnya. Kita siap tidak melaksanakan amanah Allah berupa harta dengan jalan menggunakan harta untuk kemashlahatan agama dan sesama?
Kenapa begitu? Pertanyaannya keliru. Siap tidak? Kalau tidak siap, ya siap-siap saja nikmat yang selama ini ada akan segera berpindah walaupun tidak pakai notaris yang meresmikan dan meskipun kita tidak menyadarinya. Perpindahan nikmat itu tidak selalu dalam bentuk kontan dan konkrit. Tahun ini kita yang sedang menjabat jadi direktur, lha tahun depan, orang lain yang jadi direktur. Tahun ini kita bisa naik mobil mewah, lha tahun depan, petani sawah yang giliran ketiban mobil mewah. Tahun ini perusahaan kita sedang jaya-jayanya, lha tahun depan, perusahaan tetangga yang kebanjiran order.
Tadi kalau ditanya kenapa begitu? Kenapa sepertinya Allah yang katanya Maha Adil kok bertindak sewenang-wenang? Lha ya begitu memangnya. Allah itu laa yus`alu ‘amma yaf’alu wa hum yus`aluun. Allah itu tidak patut ditanya-tanya soal kenapa berbuat begini kenapa berbuat begitu, yang harusnya ditanya adalah kita! Kenapa kita berbuat begini, kenapa berbuat begitu? Allah itu fa’’aalun limaa yuriid. Allah itu berbuat apa saja semauNya. Mau kenapa? Protes? Silakan saja! Mau protes dimana? Memangnya kita punya kuasa apa? Yang punya dunia Allah, yang punya kita Allah, yang punya harta Allah, yang punya semesta Allah. Terus mau apa? Terus mau bagaimana? Suka-suka Allah dong. Hehe, bahasanya begitu.
Iya kali, kita bisa bicara begini karena kebetulan lagi enak-enaknya dibalut kenikmatan dunia. Coba pas sedang susah, pasti bagaimana begitu jadinya, berat sekali, seperti tidak ridha. Ya iya lah, pas ada masalah pasti jadi rewel dan bawel. Kelihatannya Allah itu salah saja. Tidak ada keputusannya yang benar. Padahal musibah itu kan tidak mungkin ya seumur hidup? Kita sebagai manusia mau bagaimana lagi coba? Memang begitu. Kita ada, Allah yang mengadakan. Harta ada, Allah yang mengadakan. Kita punya saham dimana hayo? Memangnya sebelumnya kita sudah investasi ke Allah? Sudah memberi DP? DP dari mana, kita punya harta juga baru saja.
Dari Ibnu ‘Umar, Rasul bersabda,
المعجم الأوسط (5/ 228)
«إِنَّ لِلَّهِ عَبَّادًا اخْتَصَّهُمْ بِالنِّعَمِ لِمَنَافِعِ الْعِبَادِ، يُقِرُّهُمْ فِيهَا مَا بَذَلُوهَا، فَإِذَا مَنَعُوهَا نَزَعَهَا مِنْهُمْ، فَحَوَّلَهَا إِلَى غَيْرِهِمْ»
“Sesungguhnya Allah punya beberapa hamba yang Dia pilih mereka dengan kenikmatan. Ya biar mereka bisa memberi manfaat kepada sesama. Allah tetapkan nikmat itu buat mereka sepanjang mereka pakai (memberi manfaat kepada sesama). Nah kalau mereka malah menolak (memberi manfaat kepada sesama dengan nikmat tersebut), dicabut deh sama Allah, terus dipindah ke selain mereka.” [Al-Mu’jam Al-Ausath Ath-Thabrani no. 5162]
Dari Ibnu ‘Abbas, Nabi bersabda,
المعجم الأوسط (7/ 292)
«مَا مِنْ عَبْدٍ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِ نِعْمَةً فَأَسْبَغَهَا عَلَيْهِ، ثُمَّ جَعَلَ شَيْئًا مِنْ حَوَائِجِ النَّاسِ إِلَيْهِ فَتَبَرَّمَ، فَقَدْ عَرَّضَ تِلْكَ النِّعْمَةَ للزَّوَالِ»
“Tidaklah seorang hamba diberi nikmat sama Allah, terus Allah sempurnakan nikmat tersebut untuknya, dia pakai buat memenuhi keperluan-keperluan manusia, eh tapi kok dia bosen dan mengeluh, benar-benar dia sendiri lah yang menjadikan nikmat itu hilang.” [Al-Mu’jam Al-Ausath Ath-Thabrani no. 7529. Shahih At-Targhib wa At-Tarhib no. 2618]
Dari Jabir bin ‘Abdillah, Rasulullah bersabda,
«مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمْ أَنْ يَنْفَعَ أَخَاهُ فَلْيَفْعَلْ»
“Siapa yang mampu memberi manfaat saudaranya, lakukan!” [Shahih Muslim no. 5857]
Dari Abu Umamah Udayyi bin Ajlan, Nabi Muhammad bersabda,
«يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ أَنْ تَبْذُلَ الْفَضْلَ خَيْرٌ لَكَ، وَأَنْ تُمْسِكَهُ شَرٌّ لَكَ، وَلَا تُلَامُ عَلَى كَفَافٍ، وَابْدَأْ بِمَنْ تَعُولُ، وَالْيَدُ الْعُلْيَا خَيْرٌ مِنَ الْيَدِ السُّفْلَى»
“Wahai keturunan Adam, sebetulnya jika kamu memberikan apa yang berlebih dari dirimu, itu baik, jika kamu menahannya, itu buruk. Kamu tidak akan tercela gara-gara mengambil sebatas buat memenuhi kebutuhan. Mulailah beri orang yang jadi tanggung jawabmu! Tangan di atas lebih baik dari tangan di bawah.” [Shahih Muslim no. 2435]
Mungkin saja ada yang tunjuk jari, “Saya tidak punya nikmat (karunia) berupa harta. Saya punya nikmat (karunia) berupa ilmu. Apa tetap wajib berbagi biarpun cuma  ilmu?” Lho ya jelas itu, malahan ilmu itu sebaik-baik warisan dan semulia-mulia pemberian, biarpun banyak orang yang masa bodoh terus manyun, “Ya ampun, kita butuh nasi, butuh lauk, butuh air, butuh baju, butuh tempat tinggal, kok malah diajari ngaji.” Hehehe, sabar ya!

Related

Faidah 2353678579197803345

Posting Komentar

Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.

emo-but-icon

Tafaqur

Tafaqur
Tebar Waqaf Al-Quran

Blogging Network

Hot in week

Total Tayangan Halaman

Promo SBY

Promo SBY

Kontributor

item