Tentang Keteguhan
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/06/tentang-keteguhan.html
Oleh Brilly El-Rasheed
Menurut ‘Ali Ash-Shabuni dalam tafsir Shafwah At-Tafasir, “Orang-orang semacam ini seperti pasukan yang tengah berada dalam kondisi kritis. Pasukan yang berada dalam kondisi kritis cenderung akan berbuat apapun untuk menyelamatkan dirinya. Seandainya mereka diperintahkan untuk murtad –asalkan itu bisa menyelamatkan dirinya— tentu mereka akan bergegas untuk kembali murtad.”
Menurut ‘Ali Ash-Shabuni dalam tafsir Shafwah At-Tafasir, “Orang-orang semacam ini seperti pasukan yang tengah berada dalam kondisi kritis. Pasukan yang berada dalam kondisi kritis cenderung akan berbuat apapun untuk menyelamatkan dirinya. Seandainya mereka diperintahkan untuk murtad –asalkan itu bisa menyelamatkan dirinya— tentu mereka akan bergegas untuk kembali murtad.”
Asy-Syaukani
dalam Fat-h Al-Qadir-nya menyebutkan dari para ulama mufassir bahwa makna ‘ala
harfin adalah beribadah Allah dengan syarat, yaitu jika mendapatkan nikmat,
maka beribadah, jika mendapatkan musibah, maka murtad.
Seperti
produsen film religi maupun para aktor-aktrisnya yang memproduksi film
bernafaskan Islam karena mendatangkan keuntungan finansial yang besar. Seperti
kandidat pemimpin yang berbagi karena ingin agar dipilih. Seperti pengasong
SEPILIS yang mendakwahkan SEPILIS karena mendapatkan kucuran dana yang besar dari
komprador Yahudi.
Seperti
musyrikun jahiliyyah yang menyembah Allah karena butuh keselamatan dari bencana
namun ketika telah selamat maka kembali menyembah selain Allah. Seperti penukar
agama dengan dunia yang berdakwah karena mendapatkan upah.
Seperti ulama yang
“menjulurkan lidahnya” seperti anjing yang terengah-engah. Seperti munafiqun
mantan jahiliyyah, di masa Rasulullah, yang menolak berjihad atau mengaku
berjasa dalam kemenangan jihad ketika kaum muslimin tampak menang dan kafirin
tampak kalah.
Seperti
pengubah hukum-hukum Allah karena ingin mendapatkan kenikmatan duniawi. Seperti
pengelola dana infaq yang mengambil sebagiannya untuk dirinya sendiri. Seperti
orang-orang yang bermuka dua yaitu kadang mengikuti orang beriman kadang
mengikuti orang kafir. Seperti orang-orang yang beralih membela kafirin ketika
mendapatkan himpitan dari kafirin gara-gara mereka membela muslimin. Dan
sebagainya.
Padahal kita
diperintah ibadah kepada Allah semata selama-lamanya hingga datang ajal. Kita
diperintah istiqamah dalam ibadah. Kita diperintah ikhlash dalam ibadah. Kita
diperintah mengingat Allah dalam kondisi senang maupun susah. Kita diperintah
ridha dengan segala taqdir-Nya. Kita diperintah beribadah bukan untuk meraup
kenikmatan dunia. Allah memfirmankan ketiga ayat ini adalah ingin agar seluruh
manusia menyembah Allah secara total dan tidak setengah-setengah, sebagaimana
firman Allah dalam sebuah hadits qudsi.
Makna potongan
ayat, “Berbaliklah dia ke belakang”, oleh tafsir Jalalain dan Fat-h Al-Qadir dimaknai
murtad. Yaitu mereka yang menyembah Allah ‘ala harfin itu ketika mendapatkan
ketidaknyamanan hidup maka mereka murtad kembali kepada agama sebelumnya. Hal yang
sama juga dilontarkan Az-Zuhaili dalam At-Tafsir Al-Wasith-nya, mengikuti ulama
mufassir lainnya.
Untuk ayat yang
ke-13 dari surah Al-Hajj ini, Al-Qurthubi (12/19) mengisyaratkan kepada QS.
Yunus: 18 dan QS. Az-Zumar: 3. Hal ini seakan Al-Qurthubi menyamakan kondisi
orang yang berislam hanya ketika mendapatkan kenikmatan dengan kondisi
musyrikun jahiliyyah Arab.
Dijelaskan oleh An-Nasafi dalam tafsir Al-Madarik At-Tanzil dan Ats-Tsa’alabi dalam tafsir Al-Jawahir Al-Hisan, bahwa yang dimaksud pada ayat 12 dan 13 adalah Al-Autsan. Oleh Ibnu Al-Jauzi dalam Zad Al-Masir, dimaknakan dengan Al-Ashnam. Keduanya bermakna sama yaitu sesuatu yang disembah selain Allah, yang dikontekskan pada musyrikun Jahiliyyah Arab adalah replika orang-orang shalih yang telah meninggal yang dipercaya sebagai pendamping Allah dalam mengatur alam dan memenuhi kebutuhan hamba sekaligus medium menyembah Allah.
Admin: Abu Yahya
Dijelaskan oleh An-Nasafi dalam tafsir Al-Madarik At-Tanzil dan Ats-Tsa’alabi dalam tafsir Al-Jawahir Al-Hisan, bahwa yang dimaksud pada ayat 12 dan 13 adalah Al-Autsan. Oleh Ibnu Al-Jauzi dalam Zad Al-Masir, dimaknakan dengan Al-Ashnam. Keduanya bermakna sama yaitu sesuatu yang disembah selain Allah, yang dikontekskan pada musyrikun Jahiliyyah Arab adalah replika orang-orang shalih yang telah meninggal yang dipercaya sebagai pendamping Allah dalam mengatur alam dan memenuhi kebutuhan hamba sekaligus medium menyembah Allah.
Admin: Abu Yahya
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.