Merusak, Merasa Menjaga
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/06/merusak-merasa-menjaga.html
Oleh Brilly El-Rasheed
Kalau mau jujur, kita akan menemukan ekses aksi
terorisme lebih besar daripada efektivitasnya menjaga kejayaan Islam. Ditambah,
terorisme lebih mengarah pada kerusuhan dan kericuhan yang berimplikasi pada
hilangnya perdamaian dunia. Melihat aksi pengeboman atas nama jihad, kita
sangat prihatin sebetulnya. Tidakkah para bomber itu memikirkan, mau
dikemanakan orang-orang tak berdosa yang sedang berada di lokasi sasaran
mereka. Tidakkah mereka juga menimbang keberadaan orang-orang kafir ahlu
dzimmah dan mu’ahad.
Nabi mengecam keras terorisme termasuk kepada kafir ahlu dzimmah, “Barangsiapa membunuh jiwa yang terikat dengan dzimmah (perlindungan) Allah dan RasulNya, maka berarti ia telah membatalkan dzimmah Allah, dan ia tidak akan pernah mencium wanginya surga. Padahal wanginya surga sudah dapat tercium dari jarak 50 tahun perjalanan.” [Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1403; Ghayah Al-Maram no. 450]
Rasulullah memperingatkan dari menzhalimi kafir mu’ahad, “Ketahuilah barangsiapa menzhalimi orang kafir mu'ahad atau merendahkannya atau memberatkannya di luar batas kemampuannya atau mengammbil sesuatu darinya tanpa kerelaan dirinya, maka aku akan menjadi musuhnya pada hari qiyamah.” [Shahih Sunan Abu Dawud no. 3052. Ash-Shahihah no. 445; Ghayah Al-Maram no. 471] Beliau juga menegaskan, “Barangsiapa membunuh kafir mu'ahad, tidak akan mencium wanginya surga. Padahal wanginya dapat tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” [Shahih Al-Bukhari no. 3166]
Dan siapa tahu juga kalau di antara sasaran pengeboman mereka itu ada orang-orang mu`min atau bahkan wali Allah. Bukankah orang yang menyakiti wali Allah saja, sudah pasti diperangi oleh Allah? Apalagi membunuhnya. Nabi menyatakan,
Nabi mengecam keras terorisme termasuk kepada kafir ahlu dzimmah, “Barangsiapa membunuh jiwa yang terikat dengan dzimmah (perlindungan) Allah dan RasulNya, maka berarti ia telah membatalkan dzimmah Allah, dan ia tidak akan pernah mencium wanginya surga. Padahal wanginya surga sudah dapat tercium dari jarak 50 tahun perjalanan.” [Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 1403; Ghayah Al-Maram no. 450]
Rasulullah memperingatkan dari menzhalimi kafir mu’ahad, “Ketahuilah barangsiapa menzhalimi orang kafir mu'ahad atau merendahkannya atau memberatkannya di luar batas kemampuannya atau mengammbil sesuatu darinya tanpa kerelaan dirinya, maka aku akan menjadi musuhnya pada hari qiyamah.” [Shahih Sunan Abu Dawud no. 3052. Ash-Shahihah no. 445; Ghayah Al-Maram no. 471] Beliau juga menegaskan, “Barangsiapa membunuh kafir mu'ahad, tidak akan mencium wanginya surga. Padahal wanginya dapat tercium dari jarak perjalanan 40 tahun.” [Shahih Al-Bukhari no. 3166]
Dan siapa tahu juga kalau di antara sasaran pengeboman mereka itu ada orang-orang mu`min atau bahkan wali Allah. Bukankah orang yang menyakiti wali Allah saja, sudah pasti diperangi oleh Allah? Apalagi membunuhnya. Nabi menyatakan,
كُلُّ ذَنْبٍ عَسَى اللَّهُ أَنْ
يَغْفِرَهُ إِلَّا مَنْ مَاتَ مُشْرِكًا أَوْ مُؤْمِنٌ قَتَلَ مُؤْمِنًا
مُتَعَمِّدًا
“Setiap dosa itu berpeluang untuk
diampuni oleh Alloh, kecuali orang yang mati dalam keadaan kafir atau orang
yang membunuh orang mu`min dengan sengaja.” [Sunan Abu Dawud no. 4270. Ghayah Al-Maram no. 441]
Admin: Abu Yahya
Bahkan dengan sangat tegas Rasulullah mengancam para teroris, “Barangsiapa menyerang umatku lalu ia membunuh orang-orang yang baik maupun yang jahat, dan tidak berhati-hati terhadap orang-orang mu`min yang ada di antara mereka, dan tidak menunaikan perjanjian maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan dari golongannya.” [Shahih Muslim no. 1848]Ada sebuah kisah menarik yang perlu dijadikan bahan renungan bagi para badut jihad itu dan juga kita semua. Usamah bin Zaid, salah seorang sahabat Nabi Muhammad, berkata, “Rasulullah mengutus kami (menghadapi) Bani Huraqah, maka kami datang (menyerang) kaum tersebut pagi hari. Kami pun berhasil mengalahkan mereka. Saya dan seorang Anshar menyusul (mengejar) seorang di antara mereka (Namanya Mirdas bin Amr Al-Fidaki). Tatkala kami telah berhasil mencapainya, ia berucap, “La Ilaha illallah”. Temanku orang Anshar menahan dirinya (dari membunuhnya--pen), sementara aku menikamkan tombakku sehingga orang itu terbunuh olehku. Ketika kami datang (ke Madinah) berita itu sampai kepada Nabi maka beliau bersabda, “Wahai Usamah, apakah engkau membunuhnya setelah dia mengucapkan La Ilaha illallah?” Aku menjawab. “Orang itu hanya mencari perlindungan saja (dengan mengucap La Ilaha illallah).” Nabi terus mengulangi pertanyaan tadi sehingga aku berangan-angan sekiranya aku belum masuk Islam kecuali pada hari itu.” [Shahih Al-Bukhari no. 4269, 6872; Shahih Muslim no. 273, 274]
Admin: Abu Yahya
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.