Discuss!

Diam Itu Emas



Oleh Brilly El-Rasheed

Lisan begitu ringan melontarkan perkataan. Sering kita keceplosan mengatakan suatu ucapan yang menyakitkan perasaan. Tidak jarang pula kita lontarkan ungkapan yang mengandung kesyirikan dan kekufuran. Dan yang biasa kita luput darinya adalah mengeluarkan pernyataan yang tidak berguna dan bukan urusan kita.
Romantika manajemen lisan memang gampang-gampang susah. Akan tetapi, merupakan karakter seorang insan beriman, sanggup menjaga iman beserta baiknya lisan. Manusia yang mu`min akan berjuang keras untuk mempertahankan kestabilan imannya dan berusaha menjaga lisannya. Hal itu telah diisyaratkan oleh Rasulullah,
وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَسْكُتْ
Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah dia berkata baik atau diam.” [Al-Bukhari no. 6018, 6136, 6475; Muslim no. 47; Abu Dawud no. 5154; At-Tirmidzi no. 2500. Lihat pula hadits senada dalam Shahih Al-Jami’ no. 6500, 6501]
Secara implisit, Rasulullah ingin menyampaikan bahwasanya orang-orang yang beriman memiliki ciri khas istimewa yaitu tidaklah terucap dari lisannya kecuali kata-kata yang berkualitas tinggi, yang penuh manfaat, dan jauh dari maksiat. Bila dirasa tidak berfaidah, lisannya akan dia cegah.
Ibnu Hajar menerangkan, “Menjaga lisan adalah tidak berbicara dengan kata-kata yang dilarang syariah.” [Fat-h Al-Bari 11/308] An-Nawawi menguraikan, “Hendaknya seseorang yang ingin berbicara merenungkan apa yang hendak diucapkannya terlebih dahulu di dalam qalbunya sebelum ia mengucapkannya. Jika ada mashlahatnya, ia boleh bicara, tetapi jika tidak, hendaknya ia diam.” [Al-Minhaj 18/328]
Jadi diam adalah emas, berbicara yang baik adalah mutiara. Kalau tidak bisa meraih mutiara tidak mengapa hanya beroleh emas, daripada malah mendapatkan kayu bakar akibat ghibah, namimah, dusta, sumpah palsu, sum’ah, fitnah, mencaci maki, memuji diri, menghina, nadzar maksiat, fatwa tanpa ilmu, menuduh, mengolok-olok, berdoa keburukan, memuji selain Allah secara berlebihan, beramar ma’ruf nahi munkar tapi malah tidak mempraktekannya, dan sebagainya.
Mengapa lisan sedemikian erat dihubungkan oleh Rasulullah dengan iman kepada Allah dan hari akhir? Pasalnya, bila seseorang itu percaya bahwa Allah akan membalas segala yang keluar dari lisan dan yang diperbuat oleh anggota badan pada hari qiyamah, yang akan berdampak bagi keberlangsungan hidup di akhirat, sudah barang tentu orang itu akan berusaha sebaik mungkin untuk berkata baik, dan tatkala merasa tidak bisa, maka dia akan diam.
Orang itu yakin jika lisan melontarkan ucapan-ucapan yang tidak baik, di akhirat akan diberikan siksaan yang setimpal. Orang itu sadar bahwa lisan adalah amanah, yang semestinya hanya mengucapkan kalimah thayyibah dan digunakan hanya untuk beribadah. Orang itu ingat akan peringatan dari Rasulullah,
أَكْثَرُ خَطَايَا ابْنِ آدَمَ فِيْ لِسَانِهِ
Sesungguhnya kesalahan anak Adam yang paling banyak adalah terletak pada lisannya.” [Shahih: Ash-Shahihah no. 534]
Karenanya Nabi menjanjikan, “Barangsiapa menjamin untukku apa yang ada di antara dua rambut wajahnya dan apa yang ada di antara kedua kakinya, aku jamin surga untuknya.” [Al-Bukhari no. 6474]

Admin: Abu Yahya


Related

Technology 468602426551510000

Posting Komentar

Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.

emo-but-icon

Tafaqur

Tafaqur
Tebar Waqaf Al-Quran

Blogging Network

Hot in week

Total Tayangan Halaman

Promo SBY

Promo SBY

Kontributor

item