Discuss!

Minta Dibaptis untuk Membunuh Muslim, Malah Jadi Muslim



Laki-laki Amerika ini terlahir dari ibu beragama Buddha dan ayah yang entah ia tak pernah tahu agamanya. Yang ia tahu, ayahnya setiap hari mabuk-mabukan dan tak pernah memperhatikan keluarganya.
Khidr Shahid Salaam dibesarkan tanpa pendidikan agama dari orang tuanya. Namun, karena lingkungan tempatnya tinggal membuatnya akrab dengan Kristen.
Ia pun sering pergi ke gereja bersama teman-temannya. Tapi aktivitas religius ini hanya dilakukannya sekadar ikut-ikutan, tak benar-benar merasuk ke kalbunya.
Peristiwa 9/11, yakni saat itu hampir semua media mainstream Amerika menuduh Islam sebagai pelaku dan teroris, membuatnya terhenyak. Ia sebelumnya tak pernah mengenal dengan baik apa itu Islam. Juga jiwanya kosong karena tak pernah diteduhkan oleh agama.
Rasa benci pada Islam mulai timbul pada dirinya. Ia mempunyai niat untuk membalas dendam kepada semua orang Islam di dunia ini.
Atas nama rasa benci tersebut, ia kemudian mendaftarkan diri menjadi anggota tentara Angkatan Darat Amerika Serikat agar bisa dikirim ke Timur Tengah dan membunuh orang-orang Muslim di sana.
“Karena saya sebenarnya bukan orang Kristen yang terlalu taat, saya bahkan minta dibaptis dulu untuk menguatkan keinginan saya membunuh orang-orang Muslim nanti,” ujarnya.
Sayang, ia tidak lolos tes masuk sehingga keinginan untuk membalas dendam dan membunuh orang Muslim tersebut pupus sudah.
Justru, saat itu ia mulai merasa kecewa dengan agama Kristen. Karena ia memiliki sebuah keinginan yang sangat kuat namun Tuhannya tak mengabulkannya.
Rasa kecewa yang sangat parah akhirnya membuat Salaam terjerumus dalam gaya hidup yang merusak dirinya, mabuk-mabukan dan melakukan seks bebas. “Saat itu saya sudah dewasa, lebih dari 21 tahun, dan saya sudah boleh melakukan hal-hal tersebut,” katanya.
Kehidupannya semakin parah karena mengantarkannya pada hal-hal yang bersifat kriminal, pencurian, perampokan, penggelapan kendaraan, dan berbagai tindakan kriminal lainnya sering dilakukannya.
Akibatnya, sudah pasti ia tertangkap dan mendekam di dalam penjara. Di penjara wilayah yang menjadi tempat tahanannya, ia mencoba mencari pertolongan dari Tuhan, padahal selama ini ia mengaku dirinya adalah orang ateis.
Tuhan yang ia tahu hanyalah Tuhan dari agama Kristen. Setiap hari dan malam, ia terus membaca Alkitab. Salaam ingin mendekatkan diri kepada Tuhan dan percaya Tuhannya nanti pasti akan membebaskannya.
Pengadilan akhirnya memutuskan hukuman yang sangat berat baginya. Hukuman penjara selama 75 tahun untuk perampokan yang dilakukannya, 25 tahun untuk pencurian, dan 20 bulan karena mengendarai mobil ilegal.
“Tak sampai satu jam setelah hakim membacakan keputusan itu, hilanglah kepercayaanku kepada Tuhan,” ujarnya.
Ia kecewa karena Tuhannya sekali lagi tak mengabulkan permintaannya hingga akhirnya jiwanya dipenuhi kebencian pada semua hal. Dalam menjalani masa hukuman, Salaam bertemu dengan komunitas narapidana Muslim.
Komunitas ini menamakan dirinya Lima Persen karena jumlah mereka yang sangat kecil dibandingkan penghuni penjara lainnya. Mereka juga tidak pernah mendapatkan pelayanan serta fasilitas ibadah dari pengelola penjara.
Di awal masa tahanannya, keluarga serta istrinya sering mengunjunginya pada akhir pekan. Namun, setelah sekian lama, istrinya tak lagi datang. Kemudian, ia mengetahui istrinya tersebut telah meninggalkannya. Kesedihannya bertambah Salaam juga mendapatkan kabar ayahnya meninggal.
Kekosongan jiwanya dan runtuhnya kepercayaan kepada Tuhan menuntun Salaam untuk bergaul dengan para anggota komunitas ini. Ia melihat komunitas tersebut sangat taat beribadah dan disiplin.
“Saya dibolehkan ikut shalat Jumat kala itu meski hanya menirukan gerakan orang lain. Dan, ketika mendengarkan khutbah, itu langsung menyentuh diri saya. Rasanya sang imam seperti sedang berbicara langsung pada saya,” katanya.
Setelah itu, ia mempelajari Islam lebih lanjut. Banyak buku tentang Islam yang Salaam baca dan ia juga belajar gerakan dan bacaan shalat serta doa-doa.
Saat itu, ia merasa lebih tenang dan nyaman. “Aku menyukai kata-kata dalam al-Fatihah dan bacaan-bacaan Islam yang memuji Allah,” ujarnya.
Ini yang membuatnya berpikir Islam berbeda dengan agamanya yang dulu. Di dalam Kristen, ia selalu berdoa untuk minta sesuatu.
Sedangkan dalam Islam, doa-doa yang dipanjatkan dipenuhi dengan puji-pujian dan semakin meneguhkan iman.
Pada  2008, akhirnya ia mantap mengucapkan dua kalimat syahadat. Di masa awalnya menjadi mualaf, yang paling berat dirasakannya adalah melakukan puasa karena itu bertepatan dengan musim panas di Amerika.
Namun dari Alquran yang dibacanya, ia percaya setelah melewati masa sesuatu yang berat, pasti akan diberikan masa yang lebih mudah. “Dan benar, setelah itu saya tidak pernah berada dalam situasi yang lebih baik dalam hidup saya,” ujarnya.
Setelah masuk Islam, ia merasakan banyak hikmah dan keajaiban terjadi pada hidupnya. Hukuman penjaranya menjadi lebih ringan, hanya sembilan tahun saja, dan kini ia telah menghirup udara bebas.
Ia kemudian dipertemukan dengan perempuan Muslim salihah, yang lebih baik daripada istrinya yang pertama, dan kemudian menjadi istrinya.
Rasa syukur terus dipanjatkannya karena kini ia telah diberikan kehidupan yang tenteram, pekerjaan yang layak, sebuah rumah indah, serta rasa bahagia yang terus ada dalam dirinya.

Catatan Quantum Fiqih
Allah Azza wa Jalla berfirman: “Sucikanlah nama Rabbmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), yang menentukan kadar (masing-masing), dan yang memberi petunjuk.” (al-A’la: 1—3)
Yang dimaksud dengan hidayah dalam ayat di atas adalah hidayah umum kepada segenap makhluk hidup dan kemaslahatan hidup mereka. (Syifa’ul ‘Alil hlm. 163)
“Inilah hidayah umum yang bermakna bahwa Allah Azza wa Jalla menunjuki segenap makhluk kepada kemaslahatannya.” (Taisir al-Karim ar-Rahman, surat al-A’la: 3)
Allah Azza wa Jalla juga berfirman: Musa berkata, “Rabb kami ialah (Rabb) yang telah memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk.” (Thaha: 50)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu dan Qatadah rahimahullahu menafsirkan, “Allah Azza wa Jalla memberikan kemaslahatan kepada segala sesuatu dan menunjukinya kepada kemaslahatan tersebut.”
Adh-Dhahhak rahimahullahu dan yang lainnya menafsirkan, “Allah Azza wa Jalla memberikan bentuk dan rupa kepada segala sesuatu yang sesuai dengan kemanfaatannya, seperti tangan untuk memegang dengan kuat, kaki untuk berjalan, lisan untuk berbicara, mata untuk melihat, dan telinga untuk mendengar.” (Fathul Qadir, asy-Syaukani, pada tafsir surat Thaha: 50. Lihat Syifa’ul ‘Alil hlm. 186—187)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma menjelaskan, “Allah Azza wa Jalla menciptakan pasangan hidup bagi segala sesuatu, lalu mengarahkannya kepada pernikahan, makan dan minumnya, serta tempat tinggal dan kelahirannya.” (Tafsir ath-Thabari, pada surat Thaha: 50)
Semua penafsiran di atas mengandung satu makna, yaitu hidayah umum bagi segenap makhluk.
Inilah hidayah umum yang dapat disaksikan pada seluruh makhluk. Anda akan mendapati segenap makhluk melakukan aktivitas yang bermanfaat baginya dan menghindari mudarat (bahaya) dari dirinya, sesuai kodrat penciptaannya.

Referensi: Novieffendi.com dan Daulahislam.com
Editor: Brilly El-Rasheed
Iklan Rp 50.000,-/bulan, hubungi cafeilmubrilly@gmail.com

Related

Science 2918735273107962314

Posting Komentar

Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.

emo-but-icon

Tafaqur

Tafaqur
Tebar Waqaf Al-Quran

Blogging Network

Hot in week

Total Tayangan Halaman

Promo SBY

Promo SBY

Kontributor

item