Minta Dibaptis untuk Membunuh Muslim, Malah Jadi Muslim
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/10/minta-dibaptis-untuk-membunuh-muslim.html
Laki-laki Amerika ini terlahir dari
ibu beragama Buddha dan ayah yang entah ia tak pernah tahu agamanya. Yang ia
tahu, ayahnya setiap hari mabuk-mabukan dan tak pernah memperhatikan
keluarganya.
Khidr Shahid Salaam dibesarkan tanpa
pendidikan agama dari orang tuanya. Namun, karena lingkungan tempatnya tinggal
membuatnya akrab dengan Kristen.
Ia pun sering pergi ke gereja
bersama teman-temannya. Tapi aktivitas religius ini hanya dilakukannya sekadar
ikut-ikutan, tak benar-benar merasuk ke kalbunya.
Peristiwa 9/11, yakni saat itu
hampir semua media mainstream Amerika menuduh Islam sebagai pelaku dan teroris,
membuatnya terhenyak. Ia sebelumnya tak pernah mengenal dengan baik apa itu
Islam. Juga jiwanya kosong karena tak pernah diteduhkan oleh agama.
Rasa benci pada Islam mulai timbul
pada dirinya. Ia mempunyai niat untuk membalas dendam kepada semua orang Islam
di dunia ini.
Atas nama rasa benci tersebut, ia
kemudian mendaftarkan diri menjadi anggota tentara Angkatan Darat Amerika
Serikat agar bisa dikirim ke Timur Tengah dan membunuh orang-orang Muslim di
sana.
“Karena saya
sebenarnya bukan orang Kristen yang terlalu taat, saya bahkan minta dibaptis
dulu untuk menguatkan keinginan saya membunuh orang-orang Muslim nanti,”
ujarnya.
Sayang, ia tidak lolos tes masuk
sehingga keinginan untuk membalas dendam dan membunuh orang Muslim tersebut
pupus sudah.
Justru, saat itu ia mulai merasa
kecewa dengan agama Kristen. Karena ia memiliki sebuah keinginan yang sangat
kuat namun Tuhannya tak mengabulkannya.
Rasa kecewa yang sangat parah
akhirnya membuat Salaam terjerumus dalam gaya hidup yang merusak dirinya,
mabuk-mabukan dan melakukan seks bebas. “Saat itu saya sudah dewasa, lebih dari
21 tahun, dan saya sudah boleh melakukan hal-hal tersebut,” katanya.
Kehidupannya semakin parah karena
mengantarkannya pada hal-hal yang bersifat kriminal, pencurian, perampokan,
penggelapan kendaraan, dan berbagai tindakan kriminal lainnya sering
dilakukannya.
Akibatnya, sudah pasti ia tertangkap
dan mendekam di dalam penjara. Di penjara wilayah yang menjadi tempat
tahanannya, ia mencoba mencari pertolongan dari Tuhan, padahal selama ini ia
mengaku dirinya adalah orang ateis.
Tuhan yang ia tahu hanyalah Tuhan
dari agama Kristen. Setiap hari dan malam, ia terus membaca Alkitab. Salaam
ingin mendekatkan diri kepada Tuhan dan percaya Tuhannya nanti pasti akan
membebaskannya.
Pengadilan akhirnya memutuskan
hukuman yang sangat berat baginya. Hukuman penjara selama 75 tahun untuk
perampokan yang dilakukannya, 25 tahun untuk pencurian, dan 20 bulan karena
mengendarai mobil ilegal.
“Tak sampai satu jam setelah hakim
membacakan keputusan itu, hilanglah kepercayaanku kepada Tuhan,” ujarnya.
Ia kecewa karena Tuhannya sekali
lagi tak mengabulkan permintaannya hingga akhirnya jiwanya dipenuhi kebencian
pada semua hal. Dalam menjalani masa hukuman, Salaam bertemu dengan komunitas
narapidana Muslim.
Komunitas ini menamakan dirinya Lima Persen karena jumlah mereka yang sangat kecil
dibandingkan penghuni penjara lainnya. Mereka juga tidak pernah mendapatkan
pelayanan serta fasilitas ibadah dari pengelola penjara.
Di awal masa tahanannya, keluarga
serta istrinya sering mengunjunginya pada akhir pekan. Namun, setelah sekian
lama, istrinya tak lagi datang. Kemudian, ia mengetahui istrinya tersebut telah
meninggalkannya. Kesedihannya bertambah Salaam juga mendapatkan kabar ayahnya
meninggal.
Kekosongan jiwanya dan runtuhnya
kepercayaan kepada Tuhan menuntun Salaam untuk bergaul dengan para anggota
komunitas ini. Ia melihat komunitas tersebut sangat taat beribadah dan
disiplin.
“Saya dibolehkan ikut shalat Jumat
kala itu meski hanya menirukan gerakan orang lain. Dan, ketika mendengarkan
khutbah, itu langsung menyentuh diri saya. Rasanya sang imam seperti sedang
berbicara langsung pada saya,” katanya.
Setelah itu, ia mempelajari Islam
lebih lanjut. Banyak buku tentang Islam yang Salaam baca dan ia juga belajar
gerakan dan bacaan shalat serta doa-doa.
Saat itu, ia merasa lebih tenang dan
nyaman. “Aku menyukai kata-kata dalam al-Fatihah dan bacaan-bacaan Islam yang
memuji Allah,” ujarnya.
Ini yang membuatnya berpikir Islam
berbeda dengan agamanya yang dulu. Di dalam Kristen, ia selalu berdoa untuk
minta sesuatu.
Sedangkan dalam Islam, doa-doa yang
dipanjatkan dipenuhi dengan puji-pujian dan semakin meneguhkan iman.
Pada 2008, akhirnya ia mantap
mengucapkan dua kalimat syahadat. Di masa awalnya menjadi mualaf, yang paling
berat dirasakannya adalah melakukan puasa karena itu bertepatan dengan musim
panas di Amerika.
Namun dari Alquran yang dibacanya,
ia percaya setelah melewati masa sesuatu yang berat, pasti akan diberikan masa
yang lebih mudah. “Dan benar, setelah itu saya tidak pernah berada dalam
situasi yang lebih baik dalam hidup saya,” ujarnya.
Setelah masuk Islam, ia merasakan
banyak hikmah dan keajaiban terjadi pada hidupnya. Hukuman penjaranya menjadi
lebih ringan, hanya sembilan tahun saja, dan kini ia telah menghirup udara
bebas.
Ia kemudian dipertemukan dengan
perempuan Muslim salihah, yang lebih baik daripada istrinya yang pertama, dan
kemudian menjadi istrinya.
Rasa syukur terus dipanjatkannya
karena kini ia telah diberikan kehidupan yang tenteram, pekerjaan yang layak, sebuah
rumah indah, serta rasa bahagia yang terus ada dalam dirinya.
Catatan Quantum Fiqih
Allah Azza wa Jalla berfirman: “Sucikanlah nama Rabbmu Yang Mahatinggi, yang
menciptakan dan menyempurnakan (penciptaan-Nya), yang menentukan kadar
(masing-masing), dan yang memberi petunjuk.” (al-A’la: 1—3)
Yang dimaksud dengan hidayah dalam ayat di atas adalah
hidayah umum kepada segenap makhluk hidup dan kemaslahatan hidup mereka.
(Syifa’ul ‘Alil hlm. 163)
“Inilah hidayah umum yang bermakna bahwa Allah Azza
wa Jalla menunjuki segenap makhluk kepada kemaslahatannya.” (Taisir al-Karim
ar-Rahman, surat al-A’la: 3)
Allah Azza wa Jalla juga berfirman: Musa berkata, “Rabb kami ialah (Rabb) yang telah
memberikan kepada tiap-tiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya
petunjuk.” (Thaha: 50)
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullahu dan Qatadah rahimahullahu
menafsirkan, “Allah Azza wa Jalla memberikan kemaslahatan kepada segala sesuatu
dan menunjukinya kepada kemaslahatan tersebut.”
Adh-Dhahhak rahimahullahu dan yang lainnya
menafsirkan, “Allah Azza wa Jalla memberikan bentuk dan rupa kepada segala
sesuatu yang sesuai dengan kemanfaatannya, seperti tangan untuk memegang dengan
kuat, kaki untuk berjalan, lisan untuk berbicara, mata untuk melihat, dan telinga
untuk mendengar.” (Fathul Qadir, asy-Syaukani, pada tafsir surat Thaha: 50.
Lihat Syifa’ul ‘Alil hlm. 186—187)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu 'anhuma menjelaskan, “Allah Azza
wa Jalla menciptakan pasangan hidup bagi segala sesuatu, lalu mengarahkannya
kepada pernikahan, makan dan minumnya, serta tempat tinggal dan kelahirannya.”
(Tafsir ath-Thabari, pada surat Thaha: 50)
Semua penafsiran di atas mengandung satu makna, yaitu
hidayah umum bagi segenap makhluk.
Inilah hidayah umum yang dapat disaksikan pada seluruh makhluk. Anda akan
mendapati segenap makhluk melakukan aktivitas yang bermanfaat baginya dan
menghindari mudarat (bahaya) dari dirinya, sesuai kodrat penciptaannya.
Referensi: Novieffendi.com dan Daulahislam.com
Editor: Brilly El-Rasheed
Iklan Rp 50.000,-/bulan, hubungi
cafeilmubrilly@gmail.com
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.