Tasyakuran Umrah
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/10/tasyakuran-umrah.html
Oleh
Brilly El-Rasheed
Dari
Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma, beliau menceritakan, “Ketika
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam datang ke Mekah –pada waktu fathu Mekah–
anak-anak dari keturunan Abdul Muthallib menyambut beliau. Ada yang dinaikkan
di depan onta beliau dan yang lain dibonceng di belakang.” (HR. Bukhari 1798).
Kisah
yang lain, Abdullah bin Zubair, pernah berkata kepada Ibnu Ja’far radhiyallahu
‘anhu, Apa
kamu masih ingat ketika kita menyambut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
aku, kamu, dan Ibnu Abbas?
Ibnu
Ja’far menjawab: “Ya, beliau menaikkan kami di atas tunggangannya dan tidak
mengajakmu.” (HR. Bukkhari 3082).
Abdullah
bin Ja’far juga pernah mengatakan: Apabila
Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pulang dari safar, kami menyambutnya. Aku
menyambut beliau bersama Hasan atau Husein. Beliau memboncengkan kami, satu di
depan dan satu di belakang. (HR. Muslim 2428).
Walimah
dan acara makan-makan ketika pulang dari safar dinamakan naqi’ah. Tentang acara
ini, an-Nawawi mengatakan: Dianjurkan
mengadakan naqi’ah, yaitu hidangan makanan yang disiapkan untuk kedatangan
musafir. Baik disiapkan oleh musafir yang datang, atau disiapkan orang lain
untuk menyambut kedatangan musafir. (Al-Majmu’, 4/400).
Lebih
lanjut, an-Nawawi menyebutkan dalilnya: Diantara
dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadis Jabir bin Abdillah radhiyallahu
‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika pulang
dari safar dan masuk Madinah, beliau menyembellih onta atau sapi. (HR. Bukhari
3089). (Al-Majmu’, 4/400).
Al-Bahuti menginventarisasi berbagai macam walimah yang
biasa disebut para ulama dalam bab walimah, yakni terdapat sebelas macam walimah.
Tetapi tidak dijumpai adanya walimah hendak berangkat haji. Begitu pula Ibn
Thuluun dalam kitabnya “Fash al-Khawatim fi Ma Qila fi al-Wala’im”, dari dua
belas macam yang ia cantumkan tak sedikitpun menyinggung tentang adanya walimah
safar. Terkait dengan perjalanan (safar), mereka berdua hanya menyebut
“al-naqi’ah”, yaitu makanan yang disiapkan untuk makan bersama undangan karena
menyambut orang yang datang dari bepergian.
Walaupun demikian, hal ini tidak berarti dilarang.
Memberi makan kepada orang lain dengan maksud sedekah adalah hal yang jelas
dianjurkan dalam syariat. Yang tidak boleh adalah meyakini bahwa Walimah Safar
(hendak berangkat haji) adalah sesuatu yang disunnahkan atau dicontohkan oleh
Rasulullah atau bahkan bagian dari tuntunan berhaji, hingga bila tidak
dilakukan lantas dinilai cacat dalam beragama.
Dan bila dalam praktiknya sesuai adat setempat ternyata
memakan biaya besar, sehingga dapat menghalangi orang untuk berhaji karena
modalnya pas-pasan atau potensial menjadi ajang persaingan prestis dan pamer,
maka wajib adanya pelurusan, bahkan mungkin sampai fatwa pelarangan.
Adapun yang disebut ulama dengan an-naqi’ah, sebagaimana
pengertian di atas, maka dalam kitab ulama madzhab Syafi’i dikatakan, hal itu
dianjurkan (mustahab/mandub), utamanya bagi orang yang pulang haji (Hasyiyah
al-Qalyubi: 2/190).
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.