Petaka untuk Para Dai
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2015/04/petaka-untuk-para-dai.html
Oleh Brilly El-Rasheed
Inspirator Golden Manners
Memahami ilmu agama merupakan kewajiban atas setiap muslim dan
muslimah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
طَلَبُ
الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu merupakan
kewajiban atas setiap muslim.” (HR. Ibnu
Majah, no. 224, dan lainnya dari Anas bin Malik)
Dan agama adalah apa yang telah difirmankan oleh Allah
Azza wa Jalladi dalam kitabNya, Al-Qur’anul Karim, dan disabdakan oleh RasulNya
di dalam Sunnahnya. Oleh karena itulah termasuk kesalahan yang sangat berbahaya
adalah berbicara masalah agama tanpa ilmu dari Allah Azza wa Jalla dan RasulNya.
Sebagai nasehat sesama umat Islam, di sini kami
sampaikan di antara bahaya berbicara masalah agama tanpa ilmu:
1.
Hal itu merupakan perkara tertinggi yang diharamkan oleh Allah.
Allah Azza wa JallaTa’ala berfirman dalam Al-Qur’an:
قُلْ
إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ
وَاْلإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُوا بِاللهِ مَا لَمْ
يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Katakanlah:
“Rabbku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar,
(mengharamkan) mempersekutukan Allah Azza wa Jalladengan sesuatu yang Allah
Azza wa Jallatidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan)
mengada-adakan terhadap Allah Azza wa Jallaapa saja yang tidak kamu ketahui
(berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu).” (QS. Al-A’raf: 33)
Berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu
termasuk perkara yang diharamkan oleh Allah, karena dengan demikian seseorang
akan sesat dan menyesatkan, akan merusak dan tidak malah memperbaiki, akan
mengaburkan dan tidak memperjelas, serta akan menjerumuskan tidak malah
menunjukkan.
Berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu
meliputi: berbicara (tanpa ilmu) tentang hukum-hukumNya, syari’atNya, dan
agamaNya. Termasuk berbicara tentang nama-namaNya dan sifat-sifatNya, yang hal
ini lebih besar daripada berbicara (tanpa ilmu) tentang syari’atNya, dan
agamaNya.
2.
Berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu termasuk
dusta atas (nama) Allah.
Allah Azza wa JallaTa’ala berfirman dalam Al-Qur’an
Al-Karim:
وَلاَ
تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلاَلٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا
عَلَى اللهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللهِ الْكَذِبَ لاَ
يُفْلِحُونَ
“Dan
janganlah kamu mengatakan terhadapa apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta, “Ini halal dan ini haram.” Untuk mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah. Sesungguhnya orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah Azza wa
Jallatiadalah beruntung.” (QS.
An-Nahl: 116)
3.
Berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu merupakan kesesatan dan
menyesatkan orang lain.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ
اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِبَادِ
وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ
عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالاً فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya
Allah Azza wa Jallatidak akan mencabut ilmu dari hamba-hambaNya sekaligus,
tetapi Dia akan mencabut ilmu dengan mematikan para ulama’. Sehingga
ketika Allah Azza wa Jallatidak menyisakan seorang ‘alim-pun, orang-orang-pun
mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Lalu para pemimpin itu ditanya,
kemudian mereka berfatwa tanpa ilmu, sehingga mereka menjadi sesat dan
menyesatkan orang lain.” (HR.
Bukhari, no. 100, Muslim, dan lainnya)
Hadits ini menunjukkan bahwa barangsiapa tidak berilmu
dan menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya dengan tanpa ilmu, dan mengqias
(membandingkan) dengan akalnya, sehingga mengharamkan apa yang Allah Azza wa
Jallahalalkan dengan kebodohan, dan menghalalkan apa yang Allah Azza wa Jallaharamkan
dengan tanpa dia ketahui, maka inilah orang yang mengqias dengan akalnya,
sehingga dia sesat dan menyesatkan. (Shahih Jami’il Ilmi wa Fadhlihi, hal: 415,
karya Al-Hafizh Ibnu Abdil Barr, diringkas oleh Syeikh Abul Asybal Az-Zuhairi)
4.
Berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu merupakan sikap mengikuti
hawa-nafsu.
Imam Ali bin Abil ‘Izzi Al-Hanafi rahimahullah berkata:
“Barangsiapa berbicara tanpa ilmu, maka sesungguhnya dia hanyalah mengikuti
hawa-nafsunya, dan Allah Azza wa Jallatelah berfirman:
وَمَنْ
أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِّنَ اللهِ
“Dan
siapakah yang lebih sesat dari pada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan
tidak mendapat petunjuk dari Allah Azza wa Jallasedikitpun.” (Qs. Al-Qashshash: 50)”
5.
Berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu merupakan sikap
mendahului Allah Azza wa Jalladan RasulNya.
Allah Azza wa Jallaberfirman dalam Al-Qur’an Al-Karim:
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا
اللهَ إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah Azza wa Jalladan
Rasul-Nya dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Azza wa JallaMaha
Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Al-Hujuraat: 1)
Ayat ini memuat adab terhadap Allah Azza wa Jalladan RasulNya,
juga pengagungan, penghormatan, dan pemuliaan kepadanya. Allah Azza wa Jallatelah
memerintahkan kepada para hambaNya yang beriman, dengan konsekwensi keimanan
terhadap Allah Azza wa Jalladan RasulNya, yaitu menjalankan perintah-perintah Allah
Azza wa Jalladan menjauhi larangan-laranganNya. Dan agar mereka selalu berjalan
mengikuti perintah Allah Azza wa Jalladan Sunnah RasulNya di dalam seluruh
perkara mereka. Dan agar mereka tidak mendahului Allah Azza wa Jalladan RasulNya,
sehingga janganlah mereka berkata, sampai Allah Azza wa Jallaberkata, dan
janganlah mereka memerintah, sampai Allah Azza wa Jallamemerintah. (Taisir
Karimir Rahman, surat Al-Hujurat:1)
6.
Orang yang berbicara tentang Allah Azza wa Jalla tanpa ilmu menanggung
dosa-dosa orang-orang yang dia sesatkan.
Orang yang berbicara tentang Allah Azza wa Jalla tanpa
ilmu adalah orang sesat dan
mengajak kepada kesesatan, oleh karena itu dia menanggung dosa-dosa orang-orang
yang telah dia sesatkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ دَعَا
إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ اْلأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ
ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلاَلَةٍ كَانَ عَلَيْهِ
مِنَ اْلإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ لاَ يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ
شَيْئًا
“Barangsiapa
menyeru kepada petunjuk, maka dia mendapatkan pahala sebagaimana pahala-pahala
orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan
barangsiapa menyeru kepada kesesatan, maka dia mendapatkan dosa sebagaimana
dosa-dosa orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi dosa mereka
sedikitpun.” (HR. Muslim, no. 2674, dari Abu Hurairah)
7.
Berbicara tentang Allah Azza wa Jalla tanpa ilmu akan dimintai tanggung jawab.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَلاَ
تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ
كُلُّ أُوْلاَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولاً
“Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggunganjawabnya. (QS.
Al-Isra’ : 36)
Setelah menyebutkan pendapat para Salaf tentang ayat
ini, imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “Kesimpulan penjelasan yang mereka
sebutkan adalah: bahwa Allah Azza wa Jalla melarang berbicara tanpa ilmu, yaitu
(berbicara) hanya dengan persangkaan yang merupakan perkiraan dan khayalan.”
(Tafsir Al-Qur’anul Azhim, surat Al-Isra’:36)
8.
Orang yang berbicara tentang Allah Azza wa Jallatanpa ilmu termasuk tidak
berhukum dengan apa yang Allah Azza wa Jalla turunkan.
Syeikh Hafizh bin Ahmad Al-Hakami menyatakan: “Fashal:
Tentang Haramnya berbicara tentang Allah Azza wa Jalla tanpa ilmu, dan haramnya
berfatwa tentang agama Allah Azza wa Jalla dengan apa yang menyelisihi
nash-nash.”
Kemudian beliau membawakan sejumlah ayat Al-Qur’an, di
antaranya adalah firman Allah Azza wa Jalla di bawah ini:
وَمَن لَّمْ
يَحْكُم بِمَآ أَنزَلَ اللهُ فَأُوْلاَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barang
siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang kafir.” (QS.
Al-Ma’idah: 44)
9.
Berbicara agama tanpa ilmu menyelisihi jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah menyatakan di
dalam aqidah Thahawiyahnya yang masyhur: “Dan kami berkata: “Wallahu A’lam (Allah
Yang Mengetahui) terhadap perkara-perkara yang ilmunya samar bagi kami.” (Minhah
Ilahiyah Fii Tahdzib Syarh Ath-Thahawiyah, hal: 393)
10.
Berbicara agama tanpa ilmu merupakan perintah syaithan.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
إِنَّمَا
يَأْمُرُكُم بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَآءِ وَأَن تَقُولُوا عَلَى اللهِ مَا لاَ
تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya
syaithan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan kepada Allah
apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.
Al-Baqarah:169)
Keterangan ini kami akhiri dengan nasehat: barangsiapa
yang ingin bebicara masalah agama hendaklah dia belajar lebih dahulu. Kemudian
hendaklah dia hanya berbicara berdasarkan ilmu.
Admin: Muhammad Maftuhin
Editor: Muhammad Sutrisno S.Pd.I
Copyright: cafeilmubrilly.blogspot.com
Ingin beriklan Rp. 50.000,-/bulan? Hubungi 081515526665
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.