Perubahan Hukum karena Perubahan Waktu, Tempat dan Kondisi Sosial
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2015/04/perubahan-hukum-karena-perubahan-waktu.html
Oleh Muhammad Maftuhin ar-Rauldi
Salah satu kemudahan yang
harus selalu dibuka adalah, adanya fatwa hukum yang berbeda karena adanya
kerusakan zaman, perkembangan masyarakat, atau adanya suatu hal yang darurat
yang menimpa mereka. Oleh sebab itulah
para fuqaha’ membolehkan adanya fatwa yang berbeda karena perubahan zaman dan
tempat, tradisi dan kondisi. Dengan dalil bahwa hal tersebut pernah dilakukan
para Khulafa’ ar-Rosyidin, para sahabat dan para ulama’ sepeninggal mereka.
Mereka adalah orang-orang yang oleh Rosulullah diperintahkan bagi kita untuk
mengikuti jejak langkah dan arahnya dan memegang kuat-kuat apa yang mereka
lakukan. Bahkan itulah yang ditunjukakan oleh sunnah Rasulullah:
فَإِنَّه مَنْ يَعِشْ
مِنْكُمْ فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيْرًا, فَعَليْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ
الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ الْمَهْدِيِّيْنَ, عَضُّوْا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ
(رواه أحمد وابن حبّان والحاكم)
“Maka sesungguhnya barangsiapa di antara kamu hidup
sepeninggalku, maka akan melihat banyak sekali perselisihan (pendapat), oleh
karena itu berpegang tegulah pada sunnahku dan sunnah Khulafa’ ar-Rosyidin.
Pegangilah sunnah-sunnah tersebut dan gigitlah kuat-kuat dengan gigi gerahammu” (HR.
Imam Ahmad, Ibnu Hibban dan al-Hakim)
اَلْعُلَمَاءُ وَرَثَةُ
الْأَنْبِيَاءُ
“Para ulama’ adalah pewaris para nabi”
(al-Hadits)
Itulah yang menjadi tugas dan
kewajiban para ulama’ untuk mengkaji ulang perkataan-perkataan dan pendapat
yang telah dikatakan para ulama’ terdahulu, di mana pendapat-pendapat itu
mungkin saja cocok untuk zaman saat mereka hidup, namun kini tidak lagi
memiliki relevansinya karena adanya perkembangan dan hal-hal baru yang terus
bergulir yang belum terbetik dalam pikiran para ulama’ yang hidup jauh sebelum
zaman kita ini. Sedangkan memegang pendapat yang tidak sesuai dengan zamannya
akan memberikan gambaran buruk dan bahkan sangat memburamkan warna Islam.
Salah satunya adalah
pembagian peta dunia saat ini dengan apa yang disebut Daar al-Islam dan Daar
al-Harb serta adanya anggapan bahwa titik awal hubungan antara orang-orang
Islam dan orang-orang non-Islam adalah hubungan perang. Oleh sebab itulah jihad
adalah merupakan fardlu kifayah terhadap umat, dan seterusnya.
Padahal realitanya adalah
pendapat semacam ini tidak lagi relevan untuk dikatakan di zaman ini, dan tidak
ada pula nash-nash hukum yang memberikan justifikasi bahkan dalam banyak hal
justru sangat bertentangan dengan pendapat ini.
Islam mengajarkan adanya
hubungan dan saling mengenal antara umat manusia. Firman Allah:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal…..” (QS. al-Hujurat:
13)
Islam juga menganggap bahwa
kedamaian dan berhenti perang adalah sebuah nikmat. Allah menyatakan dengan
firman-Nya setelah perang Khandaq:
“Dan Allah menghalau orang-orang yang kafir itu yang keadaan
mereka penuh kejengkelan, (lagi) mereka tidak memperoleh keuntungan apapun. Dan
Allah menghindarkan orang-orang mukmin dari peperangan dan adalah Allah Maha
kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. al-Ahzab: 25)
Jihad yang dikumandangkan
Islam pada masa-masa yang lalu memilliki tujuan yang jelas, yakni menghilangkan
rintangan-rintangan yang menghadang jalan dakwah. Di mana para penguasa dan
raja-raja di zaman itu adalah sosok manusia yang menghalang tersebarnya dakwah
Islam pada penduduknya. Oleh sebab itulah Rasulullah mengirimkan surat-surat
kepada mereka yang berisi panggilan agar mereka masuk Islam. Rasulullah
menyatakan bahwa mereka akan menanggung dosa kaumnya, karena mereka dicegah
untuk mendengarkan “suara luar” yang datang kepada mereka. Hal ini karena
adanya kekhawatiran dari mereka akan bangkitnya rakyat yang telah lama mereka
tidurkan, serta ketakutan yang berlebihan jika mereka tahu tentang siapa mereka
yang sebenarnya, lalu mereka melakukan pemberontakan kepada para penguasa yang
zhalim itu. Oleh sebab itulah mereka membunuh para da’i Islam, menyulut
peperangan dengan kaum muslimin, mereka siapkan semua perlengkapan untuk
menyerang kaum muslimin dan mengancam wujud mereka di negeri mereka.
Sedangkan hari ini, tak ada
lagi rintangan seperti itu. Khususnya di negara-negara terbuka yang menerima
keanekaragaman dalam beragama, di mana kaum muslimin mampu menyampaikan
dakwahnya lewat siaran-siaran yang sampai ke seluruh dunia dan berbicara kepada
manusia sesuai dengan bahasa mereka sendiri.
Namun yang terjadi adalah
kita melewatkan peluang itu dan kita tidak serius mempergunakannya. Kita tentu
saja akan dimintai pertanggungjawaban di muka Allah akan kebodohan umat manusia
tentang Islam.
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.