Kisab Debat Atheis yang Lebih Jeli dari Ibnu Qutaibah
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/09/kisab-debat-atheis-yang-lebih-jeli-dari.html
Oleh Brilly El-Rasheed
Ibnul Jauzi mengisahkan,
وَقَدِ اعْتَرَضَ بَعْضُ الْمُلْحِدِينَ
عَلَى هَذَا الْحَدِيثِ فَقَالَ: مَا سَوَّدَتْهُ خَطَايَا الْمُشْرِكِينَ،
فَيَنْبَغِي أَنْ يُبَيِّضَهُ تَوْحِيدُ الْمُسْلِمِينَ، فَأَجَابَ عَنْهُ ابْنُ
قُتَيْبَةَ، فَقَالَ: لَوْ شَاءَ اللَّهُ لَكَانَ ذَلِكَ، ثم أَمَا عَلِمْتَ
أَيُّهَا الْمُعْتَرِضُ أَنَّ السَّوَادَ يَصْبِغُ وَلا يَنْصَبِغُ، وَالْبَيَاضُ
يَنْصَبِغُ وَلا يَصْبِغُ، هَذَا قَوْلُ ابْنُ قُتَيْبَةَ.
وَالَّذِي أَرَاهُ أَنَا مِنَ الجواب: إن
إبقاء أَثَرُ الْخَطَايَا فِيهِ وَهُوَ السَّوَادُ أَبْلَغُ فِي باب العبرة والعظة
من تغيير ذَلِكَ، لِيُعْلَمَ أَنَّ الْخَطَايَا إِذَا أَثَرَّتْ فِي الْحَجَرِ
فَتَأْثِيرُهَا فِي الْقُلُوبِ أَعْظَمُ، فَوَجَبَ لِذَلِكَ [أن] تجتنب.
“Dan sungguh
sebagian orang ateis membantah akan hadits ini, ia berkata: “Apa-apa yang
dihitamkan oleh kesalahan-kesalahan orang-orng musyirk (semestinya) di putihkan
oleh tauhidnya kaum muslim (tetapi kenapa koq malah tambah hitam?-pent). Maka
Ibnu Qutaibah rahimahullah menjawab, beliau berkata: “Jika Allah menghendaki
maka hal itu pastilah terjadi”, kemudian, wahai orang yang membantah, apakah
kamu tidak mengetahui bahwa warna hitam akan mewarnai dan tidak terwarnai, dan
warna putih terwarnai dan tidak mewarnai”, dan ini adalah pendapat Ibnu
Qutaibah rahimahullah. Dan yang aku (Ibnul Jauzi) lihat jawaban (bantahan orang
ateis) nya adalah, “Sesungguhnya tetapnya bekas kesalahan-kesalahan di dalam
yaitu warna hitam, lebih memberikan pelajaran dan nasehat daripada merubahnya.
AGAR DIKETAUHI BAHWA DOSA-DOSA JIKA IA TELAH MEMBERIKAN BEKAS KEPADA BATU, MAKA
PEMBERIAN PENGARUHNYA KEPADA HATI LEBIH BESAR, MAKA OLEH SEBAB ITU HARUS
DIJAUHI (DOSA TERSEBUT)." [Mutsir Al "azm As Sakin Ila Asyraf Al
Makin, 1/126]
Kisah ini kami hadirkan bukan dengan maksud merendahkan
kehebatan Ibnu Qutaibah hanya karena kalah debat (kalah jeli) dibanding seorang
atheis tersebut. Sama sekali tidak ada niatan tersebut. Bagi pembaca yang
berprasangka (buruk) kepada kami, silakan, tapi segera hilangkan. Faktor
pendorong sajian kisah debat atheis dengan Ibnu Qutaibah ini ada pada poin
betapa dosa manusia dapat menghitamkan hajar aswad yang menempel di pojok
dinding Ka’bah di Masjidil Haram. Batu yang asalnya dari surga berwarna putih
ternyata dapat menghitam gara-gara dosa manusia. Apa jadinya manusia jika
berlumuran dosa?
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- قَالَ : « إِنَّ الْمُؤْمِنَ إِذَا أَذْنَبَ كَانَتْ
نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ فِى قَلْبِهِ فَإِنْ تَابَ وَنَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ صُقِلَ
قَلْبُهُ فَإِنْ زَادَ زَادَتْ فَذَلِكَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَهُ اللَّهُ فِى
كِتَابِهِ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) ».
“Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa
rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya seorang beriman
jika melakukan dosa, maka akn ditorehkan di dalam hatinya noktah hitam, maka
jika ia bertobat, melepaskan (maksiat tersebut) dan meminta ampun niscaya
cemerlang (kembali) hatinya, (tetapi) jika ia bertambah maka akan bertambah
(noktah hitam tersebut), dan itulah penghalang yang Allah telah sebutkan di
dalam Al Quran
كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا
كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.”
[QS. Al Mutahffifin: 14] [HR. Ibnu Majah]
Bersamaan dengan itu, sebagaimana kami memberi judul
tulisan ini dengan Debat Atheis Vs Ibnu Qutaibah, maka tulisan ini bukan dalam
rangka mengkaji pengaruh-pengaruh dosa pada diri manusia. Melainkan fokus
tulisan ini adalah perdebatannya. Hanya saja, kami merasa masih ada pembaca
yang berpandangan negatif mengenai maksud penyajian kisah tersebut. Maka demi
memuaskan dahaga sekaligus menghapus prasangka buruk sebagian pembaca terhadap
kami, kami perlu menyajikan fakta konkrit betapa jelinya Ibnu Qutaibah memahami
dalil.
قال الإمام العلم أبو محمد عبد الله بن مسلم
بن قتيبة الدينوري صاحب التصانيف الشهيرة في كتابه في مختلف الحديث نحن نقول…
وكيف يسوغ لأحد أن يقول إن الله سبحانه بكل مكان على الحلول فيه مع
قوله الرحمن على العرش استوى ومع قوله إليه يصعد الكلم الطيب كيف يصعد إليه شيء هو
معه وكيف تعرج الملائكة والروح إليه وهي معه
Al-Imam Al-‘Alam Abu Muhammad ‘Abdullah bin Muslim bin
Qutaibah Ad Dainuri –penulis kitab yang terkenal yaitu Mukhtalaf Al Hadits-
berkata, kami mengatakan, “Bagaimana dibolehkan seseorang mengatakan bahwa
Allah ada di setiap tempat (di mana-mana) sampai-sampai bersatu dengan makhluk,
padahala Allah Ta’ala berfirman,
الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى
“(Yaitu) Rabb Yang Maha Pemurah yang menetap tinggi di
atas ‘Arsy .” (QS. Thoha : 5). Dan Allah Ta’ala
juga berfirman,
إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
“Naik kepada Allah kalimat yang
thoyib” (QS. Fathir: 10). Bagaimana mungkin dikatakan bahwa sesuatu
naik kepada Allah sedangkan Allah dikatakan di mana-mana?! Bagaimana mungkin
pula dikatakan bahwa Malaikat dan Ar Ruh (Jibril) naik kepada-Nya lalu
dikatakan bahwa Allah bersama makhluk-Nya (di muka bumi)?!
Ibnu Qutaibah kembali mengatakan,
قال ولو أن هؤلاء رجعوا إلى فطرتهم وما ركبت
عليه ذواتهم من معرفة الخالق لعلموا أن الله عزوجل هو العلي وهو الأعلى وأن الأيدي
ترفع بالدعاء إليه والأمم كلها عجميها وعربيها تقول إن الله في السماء ما تركت على
فطرها
“Seandainya orang-orang (yang meyakini Allah ada di
mana-mana) kembali pada fithrah mereka dalam mengenal Sang Khaliq, sudah barang
tentu mereka akan mengetahui bahwa Allah Maha Tinggi, berada di ketinggian.
Buktinya adalah ketika berdo’a tangan diangkat ke atas. Bahkan seluruh umar
baik non Arab maupun Arab meyakini bahwa Allah di atas langit, inilah fithrah
mereka yang masih bersih.”
Beliau selanjutnya mengatakan,
قال وفي الإنجيل أن المسيح عليه السلام قال
للحواريين إن أنتم غفرتم للناس فإن أباكم الذي في السماء يغفر لكم ظلمكم أنظروا
إلى الطير فإنهن لا يزرعن ولا يحصدن وأبوكم الذي في السماء هو يرزقهن ومثل هذا في
الشواهد كثير قلت قوله أبوكم كانت هذه الكلمة مستعملة في عبارة عيسى والحواريين
وفي المائدة وقالت اليهود والنصارى نحن أبناء الله وأحباؤه
“Disebutkan dalam Injil bahwa Al Masih (‘Isa bin Maryam)
‘alaihis salam berkata kepada (murid-muridnya yang setia) Al Hawariyyun, “Jika
kalian memaafkan orang lain, sungguh Rabb kalian yang berada di atas langit
akan mengampuni kezholiman kalian. Lihatlah pada burung-burung, mereka tidak
menanam makanan, Rabb mereka-lah yang berada di langit yang memberi rizki pada
mereka.”
Kisah ini sudah kami paparkan di http://quantumfiqih.wordpress.com/2012/05/27/filsafat-ibnu-qutaibah/
Artikel: cafeilmubrilly.blogspot.com
Admin: Azhar Maulana
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.