Mencoba Mencicipi Kematian
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/09/mencoba-mencicipi-kematian.html
Kematian adalah kepastian. Mengingat mati adalah kewajiban. Mempersiapkan kematian dengan amal shalih adalah indikasi kecerdasan. Mencoba bunuh diri adalah tindakan tolol walaupun dengan niat baik untuk dzikrul maut. Simaklah keteladanan salafush-shalih dalam aktifitas dzikrul maut. Wejangan-wejangan mereka serasa seolah mereka sudah pernah merasakan kematian.
Khulaid Al-Ashri mengatakan bahwa semua orang yakin akan mati, tapi tak ada yang mempersiapkan diri untuk hal itu. Semua orang yakin akan adanya Surga, tapi tak ada yang berusaha mendapatkannya. Semua orang yakin akan adanya Neraka, tapi tak ada yang takut kepadanya. Lalu, apa yang kamu pakai untuk mendaki? Apa gerangan yang kamu tunggu? Kematian? Itu adalah kiriman pertama dari Allah yang datang kepadamu dengan membawa kebaikan atau keburukan. Wahai saudaraku, berjalanlah menuju Allah dengan perjalanan yang indah. [Shifatus Shafwah, Ibnul Jauzi, 3/231]
Semakin jarang qalbu kita diingatkan tentang kematian, semakin jauhlah kita dari kenikmatan ibadah kepada Allah. Dengan mengingat mati, qalbu akan lembut dan bercahaya, sehingga tubuh kita akan ringan untuk mempersiapkan kematian, bukan dengan memperbanyak warisan untuk anak cucu, melainkan memperbanyak tabungan amal.
Ummul Mukminin Aisyah pernah berkata, “Dulu aku masuk ke rumah yang menjadi makam Rasulullah dan Abu Bakar, lalu aku melepas sebagian pakaianku sambil bergumam, ‘Itu adalah suamiku dan ayahku.’ Tapi setelah Umar dimakamkan di situ, maka demi Allah aku tidak pernah memasukinya kecuali dengan pakaian yang tertutup rapat, karena malu kepada Umar. [Diriwayatkan oleh Al-Hakim]
Kesadaran akan kepastian kematian harus terus kita pupuk, demi menjaga stabilitas iman kita agar tidak tertipu oleh kemilau dunia lantas lupa dengan Rabb yang menguasai segalanya.
Tatkala Khalifah Harun Ar-Rasyid mendekati ajalnya, dia berkata kepada orang-orang yang ada di sekitarnya, “Bawalah aku ke kuburku, agar aku bisa melihatnya!” Maka mereka pun membawanya. Ketika dia melihatnya dan menyaksikan ruangannya yang sempit, maka dia pun menangis tersedu-sedu dan membaca ayat, “Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaanku dari diriku.” (QS. AlHaqqah:28-29) Kemudian dia berkata, “Duhai Tuhan yang kerajaan-Nya tidak akan hilang, kasihanilah orang yang telah kehilangan kerajaannya.” [Shahih Washaya Ar-Rasul, 1/129]
Diolah dari Kisah-Kisah Cinta Kepada Allah, Sukses
Publishing. Dapatkan bukunya!
Artikel: cafeilmubrilly.blogspot.com
Admin: Azhar Maulana
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.