Discuss!

Banyak Pasal Beri Celah Vonis Koruptor Ringan


Tolak Revisi KUHAP & KUHP
Jum'at, 19 September 2014 , 08:13:00 WIB
Harian Rakyat Merdeka

RMOL. Desakan masyarakat sipil untuk menghentikan pembahasan revisi RUU KUHP dan KUHAP terus berlanjut. Alasannya, kedua RUU ini akan mengebiri kewenangan penegak hukum termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, hasilnya akan asal-asalan karena masa jabatan anggota DPR Periode 2009-2014 akan segera berakhir.
Kemarin, sejumlah aktivis an­tikorupsi menyarahkan petisi penolakan sebanyak 21.071 orang yang dibuat Anita Wahid di situs Change.org kepada pim­pinan DPR. Petisi tersebut diteri­ma langsung Wakil Ketua DPR Pramono Anung yang sekaligus Ketua Global Organization of Par­liamentarians Against Cor­ruption (GOPAC) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin.
Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emer­son Yuntho meminta, DPR mena­rik pembahasan kedua RUU ter­se­but, karena melemahkan KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
“Adanya petisi tersebut karena masyarakat khawatir dilemah­kannya KPK. Ada kesan dalam RUU tersebut korupsi tidak di­tem­patkan bukan sebagai keja­hatan luar biasa, melainkan seba­gai kejahatan biasa,” tudingnya di Kompleks Gedung DPR, Ja­kar­ta, kemarin.    
Penghentian pembahasan ke­dua RUU tersebut, lanjut Emer­son, merupakan salah satu lang­kah antisipasi dari ICW karena adanya kekhawatiran pelemahan terhadap KPK tersebut. “Seperti kita ketahui lembaga pemberan­tas korupsi ini memiliki kewe­nangan yang sangat luar biasa un­tuk menghadapi kejahatan ko­rupsi di Indonesia,” katanya.
Dia menerangkan, dalam pem­bahasan RUU KUHP dan KU­HAP tidak terlihat adanya efek yang menjerakan bagi para ko­rup­tor. Bahkan, beberapa pasal malah membuka celah peringa­nan huku­man bagi narapidana tindak pida­na korupsi di luar mekanisme gra­si, remisi dan lain­nya. “Di Ran­cangan Undang Un­dang KUHP dan KUHAP, KPK akan kehila­ngan kewena­ngannya untuk me­nyi­dik dan menuntut bersamaan dengan diberlakukan KUHP dan KUHAP baru,” ungkapnya.
Sementara itu, Pramono me­nya­takan mendukung peng­hen­tian pembahasan kedua RUU itu. “Saya sebagai pimpinan DPR yang konsen dengan gerakan an­ti-korupsi, saya akan mem­bawa dukungan kepada KPK di sidang Paripurna,” ujarnya saat mene­rima dokumen petisi yang dibawa ICW dan Change.org di ruang ra­pat pimpinan DPR.
Dia mengaku, akan terus men­­du­kung gerakan antikorupsi seka­ligus mendukung penguatan ke­we­nangan KPK.
“Kita juga tak ada keinginan untuk mele­mahkan KPK. Kon­disi seperti ini saja ma­sih se­ring kebobolan, apalagi KPK dile­mahkan. Saya justru ingin KPK di­tam­bah wewenang­nya,” te­kan­nya.
Penambahan wewenang itu antara lain mengenai asset reco­very atau pengembalian aset ke­pada negara. “Kami akan tindak­lanjuti petisi teman-teman ini kepada Komisi III supaya akan menjadi pertimbangan. Mudah-mudahan saya selaku pimpinan DPR yang masih concern ter­hadap pemberantasan korupsi ini bisa membantu,” terangnya.
Tak hanya itu, dia juga me­minta masyarakat memonitor terus pembahasan RUU KUHAP nan­tinya. Menurut dia RUU ter­se­but tak akan selesai pada perio­de sekarang. “Tapi kita perlu me­ngantisipasi adanya pihak yang memanfaatkan last minute seperti sekarang ini,” tandasnya. ***

Catatan Quantum Fiqih
Allah berfirman, yang artinya,
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَآءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِّنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al Maidah: 38).
Firman Allah yang memerintahkan untuk memotong tangan pencuri bersifat mutlaq. Tidak dijelaskan berapa batas maksimal harga barang yang dicuri, dimana tempat barang yang dicurinya dan lain sebagainya. Akan tetapi kemutlakan ayat diatas di-taqyid (diberi batasan) oleh hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kemudian, para ulama menyaratkan beberapa hal untuk menjatuhkan hukum potong tangan bagi pencuri. Di antaranya: Barang yang dicuri berada dalam (hirz) tempat yang terjaga dari jangkauan, seperti brankas/lemari yang kuat yang berada di kamar tidur untuk barang berharga, semisal: Emas, perhiasan, uang, surat berharga dan lainnya dan seperti garasi untuk mobil. Bila persyaratan ini tidak terpenuhi, tidak boleh memotong tangan pencuri.
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat ditanya oleh seorang laki-laki dari suku Muzainah tentang hukuman untuk pencuri buah kurma, “Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya adalah dia harus membayar dua kali lipat. Pencuri buah kurma dari tempat jemuran buah setelah dipetik hukumannya adalah potong tangan, jika harga kurma yang dicuri seharga perisai yaitu: 1/4 dinar (± 1,07 gr emas).” (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah. Menurut Al-Albani derajat hadis ini hasan).
Batas minimal barang yang dicuri seharga 1/4 dinar berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak boleh dipotong tangan pencuri, melainkan barang yang dicuri seharga 1/4 dinar hingga seterusnya.” (HR. Muslim)
Hadis ini menjelaskan maksud ayat yang memerintahkan potong tangan, bahwa barang yang dicuri berada dalam penjagaan pemiliknya dan sampai seharga 1/4 dinar.
Persyaratan ini tidak terpenuhi untuk kasus korupsi, karena koruptor menggelapkan uang milik negara yang berada dalam genggamannya melalui jabatan yang dipercayakan kepadanya. Dan dia tidak mencuri uang negara dari kantor kas negara. Oleh karena itu, para ulama tidak pernah menjatuhkan sanksi potong tangan kepada koruptor.
Untuk kasus korupsi, yang paling tepat adalah bahwa koruptor sama dengan mengkhianati amanah uang/barang yang dititipkan. Karena koruptor dititipi amanah uang/barang oleh negara. Sementara orang yang mengkhianati amanah dengan menggelapkan uang/barang yang dipercayakan kepadanya tidaklah dihukum dengan dipotong tangannya, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Orang yang mengkhianati amanah yang dititipkan kepadanya tidaklah dipotong tangannya“. (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Al-Albani).
Di antara hikmah Islam membedakan antara hukuman bagi orang yang mengambil harta orang lain dengan cara mencuri dan mengambilnya dengan cara berkhianat adalah bahwa menghindari pencuri adalah suatu hal yang sangat tidak mungkin. Karena dia dapat mengambil harta orang lain yang disimpan dengan perangkat keamanan apapun. Sehingga tidak ada cara lain untuk menghentikan aksinya yang sangat merugikan tersebut melainkan dengan menjatuhkan sanksi yang membuatnya jera dan tidak dapat mengulangi lagi perbuatannya, karena tangannya yang merupakan alat utama untuk mencuri, telah dipotong.
Sementara orang yang mengkhianati amanah uang/barang dapat dihindari dengan tidak menitipkan barang kepadanya. Sehingga merupakan suatu kecerobohan, ketika seseorang memberikan kepercayaan uang/barang berharga kepada orang yang anda tidak ketahui kejujurannya. (Ibnu Qayyim,  I’lamul Muwaqqi’in, jilid II, Hal. 80)
Ini bukan berarti, seorang koruptor terbebas dari hukuman apapun juga. Seorang koruptor tetap layak untuk dihukum. Di antara hukuman yang dijatuhkan kepada koruptor sebagai berikut:
Pertama, koruptor diwajibkan mengembalikan uang negara yang diambilnya, sekalipun telah habis digunakan. Negara berhak untuk menyita hartanya yang tersisa dan sisa yang belum dibayar akan menjadi hutang selamanya.
Ketentuan ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap tangan yang mengambil barang orang lain yang bukan haknya wajib menanggungnya hingga ia menyerahkan barang yang diambilnya“. (HR. Tirmidzi. Zaila’i berkata, “Sanad hadis ini hasan”).
Kedua, hukuman ta’zir. Hukuman ta’zir adalah hukuman yang dijatuhkan terhadap pelaku sebuah kejahatan yang sanksinya tidak ditentukan oleh Allah, karena tidak terpenuhinya salah satu persyaratan untuk menjatuhkan hukuman hudud. (Almausuah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah,  jilid XII, hal 276.)
Kejahatan korupsi serupa dengan mencuri, hanya saja tidak terpenuhi persyaratan untuk dipotong tangannya. Karena itu hukumannya berpindah menjadi ta’zir.
Jenis hukuman ta’zir terhadap koruptor diserahkan kepada ulil amri (pihak yang berwenang) untuk menentukannya. Bisa berupa hukuman fisik, harta, kurungan, moril, dan lain sebagainya, yang dianggap dapat menghentikan keingingan orang untuk berbuat kejahatan. Di antara hukuman fisik adalah hukuman cambuk.
Diriwayatkan oleh imam Ahmad bahwa Nabi menjatuhkan hukuman cambuk terhadap pencuri barang yang kurang nilainya dari 1/4 dinar.
Hukuman kurungan (penjara) juga termasuk hukuman fisik. Diriwayatkan bahwa khalifah Utsman bin Affan pernah memenjarakan Dhabi bin Al-Harits karena dia melakukan pencurian yang tidak memenuhi persyaratan potong tangan.
Denda dengan membayar dua kali lipat dari nominal harga barang atau uang negara yang diselewengkannya merupakan hukuman terhadap harta. Sanksi ini dibolehkan berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap “Pencuri buah kurma dari pohonnya lalu dibawa pergi, hukumannya dia harus membayar dua kali lipat”. (HR. Nasa’i dan Ibnu Majah).
Hukuman ta’zir ini diterapkan karena pencuri harta negara tidak memenuhi syarat untuk dipotong tangannya, disebabkan barang yang dicuri tidak berada dalam hirz (penjagaan selayaknya).

Artikel: www.thaybah.id dan cafeilmubrilly.blogspot.com
Redaksi: Brilly El-Rasheed
Admin: Muhammad Ali Akbar dan Ardha Putra S.





KOMISI BAHTSUL MASAIL AL-DINIYYAH AL-WAQI’IYYAH
MUSYAWARAH NASIONAL ALIM ULAMA & KONFERENSI BESAR NAHDLATUL ‘ULAMA
Di  Pondok Pesantren Kempek, Palimanan, Cirebon

Tanggal, 14-18 September 2012


      Bagaimanakah hukum menerapkan hukuman mati bagi koruptor ?
Jawaban a:
Apabila koruptor tidak jera dengan berbagai hukuman, maka boleh diterapkan hukuman mati.



السنة المطهرة :

عَنْ إِيَاسِ بْنِ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ عَنْ أَبِيهِ قَالَ: أَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَيْنٌ مِنْ الْمُشْرِكِينَ وَهُوَ فِي سَفَرٍ فَجَلَسَ عِنْدَ أَصْحَابِهِ يَتَحَدَّثُ ثُمَّ انْفَتَلَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (اطْلُبُوهُ وَاقْتُلُوهُ فَقَتَلَهُ فَنَفَّلَهُ سَلَبَهُ) رواه البخاري

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: (إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الْآخَرَ مِنْهُمَا) رواه مسلم

عَنْ عَرْفَجَةَ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: (مَنْ أَتَاكُمْ وَأَمْرُكُمْ جَمِيعٌ عَلَى رَجُلٍ وَاحِدٍ يُرِيدُ أَنْ يَشُقَّ عَصَاكُمْ أَوْ يُفَرِّقَ جَمَاعَتَكُمْ فَاقْتُلُوهُ)  رواه مسلم
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: (نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ) رواه الترمذي وقَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ.

بغية المسترشدين ج: 1 ص: 250
فائدة : قال المحب الطبري في كتابه التفقيه: يجوز قتل عمال الدولة المستولين على ظلم العباد إلحاقاً لهم بالفواسق الخمس، إذ ضررهم أعظم منها، ونقل الأسنوي عن ابن عبد السلام أنه يجوز للقادر على قتل الظالم كالمكاس ونحوه من الولاة الظلمة أن يقتله بنحو سمّ ليستريح الناس من ظلمه، لأنه إذا جاز دفع الصائل ولو على درهم حتى بالقتل بشرطه فأولى الظالم المتعدي اهـ.

تكملة المجموع على شرح المهذب الجزء السادس والعشرون ص: 241 - 242 المكتبة السلفية
(القتل) وهو أشد أنواع التعزير كذلك كان جزاء على أفخش الجرائم وأعظمها ضررا بمصالح المجتمع والجرائم الهادمة لكيان المجتمع المقوضة لأركان النظام-إلى أن قال- فقد نص الحنفية على جواز التعزير بالقتل لمن لايزول فساده الا بالقتل كمن تكرر منه اغتيال النفوس لأخد المال مثلا وكذلك قالوا الساعي الى الحكام بالإفساد والظلمة والسارق وأمثالهم ممن يتعدى ضررهم الى الناس وكذلك روى عن مالك وبعض أصحاب أحمد جواز القتل تعزيرا كما في قتل الجاسوس المسلم إذا اقتضت المصلحة ذلك وأما عند الشافعية فقد اختلف النقل عنهم فها هو الغزالي في الوجيز يقول ولا يجوز أن يقتل في التعزير والاستصلاح وهذا النص صريح فى عدم جواز القتل تعزيرا عندهم ولكن إبن القيم يقول روي عن بعض أصحاب الشافعي جواز قتل الداعية إلى البدعة كالتهجم والرفض وإنكار القدر وهذا صريح أيضا في أن بعض أصحاب الشافعى يجيزون القتل تعزيرا

إعانة الطالبين؛ ج 4، ص 182 :
(قوله: ولا بمال مصالح) معطوف أيضا على بنحو حصر، أي ولا يقطع بسرقة مال يصرف في مصالح المسلمين كعمارة المساجد وسد الثغور ونحو ذلك (قوله: كبيت المال) أي الذي لم يفرز لغيره، أما ما أفرز لغيره ممن له سهم مقدر، كذوي القربى، فيقطع به، وعبارة المنهاج مع شرح م ر: ومن سرق بيت المال وهو مسلم إن أفرز لطائفة ليس هو منهم قطع لانتفاء الشبهة، وإلا بأن لم يفرز فالاصح أنه إن كان له حق في المسروق كمال مصالح ولو غنيا فلا يقطع. اه. (قوله: لأن له) أي للسارق في بيت المال حقا، وهو علة لعدم قطع السارق من بيت المال، (وقوله: لأن ذلك الخ) علة للعلة، أي وإنما كان له فيه حق وإن كان غنيا لأن ذلك قد يصرف الخ. (وقوله: فينتفع به) أي بما ذكر من المساجد والرباطات.

      Apakah hasil korupsi wajib dikembalikan seluruhnya meskipun telah ditetapkan hukuman bagi pelakunya ?
Jawaban b:
Seluruh harta hasil korupsi wajib dikembalikan ke Negara meskipun pelaku telah menjalani hukuman.

الشرح المختصر على بلوغ المرام؛ ج 4، ص 18 :
نقل الحافظ ابن حجر رحمه الله تعالى في كتابه بلوغ المرام في كتاب الجنائز عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي - صلى الله عليه وسلم – قال: نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عنه والدين هو كل ما يدخل في الذمة من ثمن مبيع أو قرض أو اجره أو قيمة مثله أو غير ذلك كل ما ثبت في ذمة الإنسان فإنه دين وإذا مات الإنسان وجب على ورثته أن يبادروا بقضاء دينه حتى قال أهل العلم يقضى دينه قبل دفنه بمعني انه يحصر أهل الدين ويؤتى بهم ويعطون ديونهم قبل أن يدفن ولكن لا يؤخر الدفن من اجل ذلك بل يعجل الدفن ويعجل قضاء الدين ولهذا قال العلماء يجب على الورثة أن يسرعوا في قضاء دين الميت وذلك لأن الورثة ليس لهم حق في المال إلا بعد الدين يعني ليس لهم حق إذا كان مال الإنسان مليون ريال مثلا فليس لهم من هذه المليون ولا قرش واحد إلا إذا قضوا الدين لان الله تعالى من بعد وصية يوصى بها أو دين وما يوجد من تهاون بعض الورثة في قضاء دينه فإنه بلا ك عدوان على الميت ومخالفة لما يجب عليهم من المبادرة لقضاء الدين.

Tuhfatul Muhtaj : 39/75
Syarh Manhaj : 5/ 151
Wa ‘ala ssariq  raddu maa saraq….

Bagaimanakah hukum memeriksa kekayaan yang diduga hasil korupsi, sedangkan tersangka pelaku telah meninggal dunia?
Jawaban c:
Memeriksa kekayaan yang diduga hasil korupsi adalah wajib meskipun tersangka pelaku telah meninggal dunia agar memperoleh kepastian mengenai status harta tersebut. Apabila terpenuhi bukti, bahwa harta tersebut adalah hasil korupsi, maka wajib dikembalikan kepada negara dan untuk membersihkan harta warisan dari harta haram.
     
Dasar Pertimbangan Hukum :

الزواجر عن اقتراف الكبائر؛ ج 3، ص 308 :
الضرب الثاني: ما يتعلق به حق آدمي فالتوبة منه يشترط فيها جميع ما مر، ويزيد هذا بأنه لا بد من إسقاط حق الآدمي، فإن كان مالا رده إن بقي وإلا فبدله لمالكه أو نائبه أو لوارثه بعد موته ما لم يبرئه منه ولا يلزمه إعلامه به، فإن لم يكن وارث أو انقطع خبره دفعه إلى الإمام ليجعله في بيت المال أو إلى الحاكم المأذون له التصرف في مال المصالح، فإن تعذر قال العبادي والغزالي: تصدق عنه بنية العزم، وألحق الرافعي في الفرائض واعتمده الإسنوي وغيره بالصدقة سائر وجوه المصالح، فإن لم يكن هناك قاض بشرطه صرفه الأمين بنفسه في مال المصالح، وإن كان هناك قاض بشرطه غير مأذون له في التصرف في مال المصالح ففيه أوجه: يدفعه إليه يصرفه بنفسه إن كان أمينا في مال المصالح، وإلا دفعه للقاضي يوقف إلى ظهور بيت المال، أو ما يقوم مقامه بشرطه.

أسنى المطالب؛ ج 4، ص 194 :
( ويبادر ) بفتح الدال ندبا ( بقضاء دينه، وإنفاذ وصيته إن تيسر ) حالا تعجيلا للخير ولخبر (نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عنه) رواه الترمذي وحسنه قال في المجموع.
والمراد بالنفس هنا الروح ومعلقة محبوسة عن مقامها الكريم فإن لم يتيسر حالا سأل وليه غرماءه أن يحللوه ويحتالوا به عليه نص عليه الشافعي والأصحاب واستشكل في المجموع البراءة بذلك ثم قال ويحتمل أنهم رأوا ذلك ميراثا للميت للحاجة والمصلحة وظاهر أن المبادرة تجب عند طلب ذي الحق حقه مع التمكن من التركة.

أسنى المطالب؛ ج 4، ص 196 :
( قوله ويبادر بقضاء دينه ) قالوا ويستحب أن يكون ذلك قبل الاشتغال بغسله وغيره من أموره ( قوله رواه الترمذي وحسنه ) وصححه ابن حبان والحاكم ح ( قوله وظاهر أن المبادرة تجب إلخ ) أشار إلى تصحيحه ( قوله عند طلب ذي الحق حقه إلخ ) أو كان قد عصى بتأخيره لمطل أو غيره لضمان الغصب والسرقة وغيرهما.

Related

Education 1746448104176112239

Posting Komentar

Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.

emo-but-icon

Arsip Blog

Tafaqur

Tafaqur
Tebar Waqaf Al-Quran

Blogging Network

Hot in week

Total Tayangan Halaman

Promo SBY

Promo SBY

Kontributor

item