Menerima Pemberian Harta Haram
http://cafeilmubrilly.blogspot.com/2014/09/menerima-pemberian-harta-haram.html
Oleh
Brilly El-Rasheed
Kitab Maraqi Al-‘Ubudiyah halaman 72,
salah satu pegangan Syafi’iyyah, telah menyatakan kecaman keras terhadap
kebiasaan menerima pemberian dari harta haram. “Adapun
harta yang disangka haram dengan indikasi adalah harta dari penguasa dan
pegawai-pegawainya, harta dari orang yang sama sekali tidak mempunyai pekerjaan
kecuali dari hasil meratapi orang mati, atau menjual arak, atau dari riba, atau
dari hasil bermain seruling atau lainnya dari alat-alat permainan yang
diharamkan. Maka sesungguhnya orang yang telah anda ketahui bahwa sebagian
hartanya adalah haram secara pasti, maka apa yang anda ambil dari tangannya,
meskipun kemungkinan harta tersebut terkadang halal, maka hukumnya haram,
karena harta yang haram itu adalah yang memang berdasarkan sangkaan.”
Kitab I’anah Ath-Thalibin juz 2 halaman 355 juga menyebutkan hal
yang senada, “Mushannif berkata dalam kitab Al-Majmu’,
”Makruh mengambil (bantuan/pemberian) dari orang yang padanya ada harta yang
halal dan haram seperti penguasa yang durhaka. Kemakruhan ini berbeda
tingkatnya dengan sedikit dan banyaknya kesubhatan. Dan tidak haram menerima
pemberian kecuali jika seseorang yang menerima yakin bahwa pemberian tersebut
dari harta yang haram.”
Apa yang dituturkan penyusun I’anah
ini tidak semata-mata pandangan pribadi. Ditemukan terdapat hadits yang menjadi
dasar pengambilannya. Dari Dzar bin Abdullah, dia berkata,
“Ada seseorang yang menemui Ibnu Mas’ud lalu orang tersebut mengatakan,
'Sesungguhnya, aku memiliki tetangga yang membungakan utang, namun dia sering
mengundangku untuk makan di rumahnya.' Ibnu Mas’ud mengatakan, 'Untukmu enaknya
(makanannya) sedangkan dosa adalah tanggungannya.'” [Mushannaf
‘Abdur Razzaq No. 14675]
Terdapat pula hadits yang menyatakan
kebolehan menerima harta haram yang diberikan orang lain. Dari
Salman Al-Farisi, beliau mengatakan, “Jika Anda memiliki kawan, tetangga, atau
kerabat yang profesinya haram, lalu dia memberi hadiah kepada Anda atau
mengajak Anda makan di rumahnya, terimalah! Sesungguhnya, rasa enaknya adalah
hak Anda, sedangkan dosanya adalah tanggung jawabnya.” [Mushannaf
‘Abdur Razzaq No. 14677]
Akan tidak menjadi permasalahan jika
pemberian harta haram berupa makanan dengan syarat tidak diketahui jika makanan
tersebut dibuat dengan harta haram, karena memang terdapat riwayat shahih dari
Nabi bahwasanya tidak diperkenankan menanyakan kehalalan makanan yang
dihidangkan oleh orang yang beragama Islam. Permasalahan yang patut dipikirkan
lebih jauh adalah jika pemberian harta
haram tersebut berupa uang atau barang sementara tidak diketahui kalau berasal
dari harta haram.
Ambil contoh, ada pencuri motor,
lantas memberikan motor tersebut kepada kita. Motor jelas-jelas bukan makanan. Artinya
larangan menanyakan kehalalan pemberian tidak berlaku sepenuhnya. Sehingga kita
akan terpancing untuk bertanya, apakah motor pemberian tersebut benar-benar
halal atau jangan-jangan curian. Pasalnya, di Indonesia ada peraturan,
barangsiapa menerima pemberian hasil curian, maka dia dihukumi sebagai penadah.
Pertimbangan ini dapat menjadi
pemutus bahwa jika pemberiannya dalam bentuk makanan dalam jumlah yang wajar,
maka kita tidak diperbolehkan menanyakan status halal-haram. Jika pemberiannya
dalam jumlah yang tidak wajar, sementara si pemberi orang yang Islam namun
pekerjaannya mengindikasikan dia tidak akan bisa mendapatkan makanan sebanyak
yang diberikan, maka kita boleh menanyakan darimana pemberian tersebut, dan
kita harus percaya dengan jawabannya. Adapun jika pemberiannya bukan makanan,
maka kita dipersilakan bertanya mengenai sumber diperolehnya pemberian
tersebut, guna menghindari kemungkinan perolehan dari sumber yang haram.
“Dahulu Al-Mughirah dimasa
jahiliyah pernah menemani suatu kaum, lalu dia membunuh dan mengambil harta
mereka. Kemudian dia datang dan masuk Islam. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi
wasallam berkata saat itu, “Adapun keIslaman maka aku terima. Sedangkan
mengenai harta, aku tidak ada sangkut pautnya sedikitpun” [HR.
Al-Bukhari No. 2529]
Maka, para pembaca, sebaiknya kita
tetap berhati-hati dengan pemberian apapun, tanpa bermaksud berprasangka buruk
atau terlalu lebay dalam menghindari harta haram. Pasalnya, dewasa ini, harta
haram semakin banyak dan tidak sedikit orang yang tidak peduli halal-haram yang
penting punya uang banyak.
Ket.: Sengaja teks arab tidak dicantumkan demi
menghindari tindak plagiat.
Admin : Muhammad Ali Akbar
Admin : Muhammad Ali Akbar
Sampaikan komentar Anda sebagai wujud terima kasih Anda dan sebagai bahan evaluasi kami.